Saya yakin, Kompasianer pasti menyayangi diri sendiri. Dan sangat mungkin, tidak ada orang yang benci diri dan berniat mencelakai diri sendiri.
Setiap hari, kita mengupayakan apapun sebisanya demi kebahagiaan diri. Â Pengin membeli rumah, punya kendaraan bagus, pergi ke tempat disuka, menjalankan hobi dan seterusnya.
Satu hal mutlak untuk mewujudkan semua keinginan, adalah memiliki badan yang sehat. Kalau kita sehat, Â lebih mudah untuk menggapai impian. Kebanyakan kita, Â baru sadar pentingnya kesehatan setelah merasakan sakit. Â
Salah satu kebahagiaan saya, adalah makan apa yang menjadi kesukaan. Dulu, ketika masih bujangan dan sudah punya gaji, saya memuaskan kesukaan itu.
Waktu masih di Surabaya, saya terbiasa makan besar atau ngemil saat malam hampir larut. Meskipun perut tidak terlalu lapar, karena terbiasa makan jadi tetap saja ngunyah.
Biasanya sambil nongkrong di warung pinggir dekat sebuah kampus swasta, kadang pesan nasi goreng, kadang pecel sayur, kadang nasi ayam penyet dan seterusnya.
Pulang ke kost-an, masih sempat bawa sangu gorengan dengan es buah. Sambil nonton teve, makan tempe gembus atau ote-ote (di Jakarta disebut bakwan) dicocol petis -- duh jadi kangen Surabaya. Kemudian es campur manis seger, dengan warna merah mempesona.
Alhasil bobot badan ini naik dengan cepat, pipi berubah chuby, lemak bermunculan di lengan, paha dan perut.
"Duh tambah makmur ya"
Kalimat semacam ini, kerap diucapkan setiap teman atau kerabat yang lama tidak bertemu. Terdengar ambigu memang, saya bingung mengartikan ucapan dtersebut.