Marak beredar kabar, perceraian seorang Ustad ternama. Seperti biasa, sontak riuh di medsos berita dibagikan. Kemudian mendapat beragam tanggapan, ricuh antara netizen yang pro dan kontra. Kemudian ada yang mengaitkan, dengan kejadian (serupa) yang pernah dialami mantan Gubernur beberapa tahun silam.
Ibarat membuka kisah lama, dua kubu yang pernah berseteru bak sumbu disulut langsung menyambar api. Sempat melintas di timeline twitter, tweet dari yang gemar membuat konten pemantik emosi.
Reply ratusan akun  tak dielakkan, mengingat empunya memiliki follower lumayan banyak (ratusan ribu). Jangan tanya reaksi netizen, ratusan akun reply berisi gontok gontokan (lagi) persis seperti pilpres baru berlalu. Beberapa akun berkomentar sok tahu permasalahan keluarga orang, disaut akun lain menyanggah tak kalah sok tahu.Â
Padahal kalau dipikir jernih, apa manfaat dipetik dan didapat dengan ikut campur urusan (rumah tangga) orang lain. Muncul rasa penarasan saya, beberapa akun dikepoin, ternyata baru dibuat beberapa menit sebelum koment. Tampak dari follower yang masih sedikit, bahkan ada beberapa yang tidak memiliki pengikut alias nol.
------
Sewaktu kuliah, saya punya idola budayawan ternama asal Jawa Timur. Setiap bulan saya bela-belain datang, ikut duduk mengaji di majelis yang diadakan di halaman rumah tokoh ini. Setiap acara bulanan digelar, ada saja public figure dihadirkan. Bisa dari kalangan pejabat, pernah juga politisi, penyanyi, pelawak, bintang film dan lain sebagainya.
Buku-bukunya tak ketinggalan saya koleksi, ceramahnya kerap direkam dengan kaset (waktu itu masih jamannya kaset pita). Berita dan tulisan bapak budayawan tersebar di koran, saya gunting dan dibuat kliping.
Pastinya saya senang, berinteraksi dan ngobrol lebih intens. Pernah kami diajak janjian di salah satu hotel, waktu pulang dikasih sangu. Amplop dilem rapi, diserahkan istri si budayawan (kala itu istrinya masih aktif sebagai penyanyi).
Malam selepas pengajian, ada kejadian yang tidak terduga. Seorang tetangga marah marah, tak terima isi ceramah disampaikan. Ada bagian yang menyebutkan nama tetangga ini, sehingga orang yang disebutkan berang dan tidak senang.
Saya melihat, bagaimana tokoh ini terpojok. Dari gestur tubu dan mimiknya, Â dari intonasi suara dan pemilihan kata. Sang tokoh melakukan pembelaan, meksipun ada kesan mengaku bersalah dan minta maaf (saya apresiasi hal ini).