Garam merupakan komoditas strategis karena menjadi kebutuhan pokok. Menurut data Kementerian Perdagangan kebutuhan garam per kapita rata-rata 4 kg, sehingga dibutuhkan sekitar 2.87 juta ton garam konsumsi per tahun, belum termasuk kebutuhan industri (Rusliana, 2013). Kabupaten rembang atau yang disebut kota garam merupaan kabupaten penghasil garam terbesar di jawa tegah. Kabupaten Rembang yang identik dengan Pantai Kartini sebagai Icon Wisatanya, di sini memang strategis dan berpotensi cukup besar kemaritimannya. Bentangan pantai sepanjang 65 kilometer dari Kecamatan Kaliori hingga Kecamatan Sarang merupakan kekayaan alam tersendiri yang dimanfaatkan penduduk sebagai sumber mata pencaharian. Dari jalur Pantura Semarang-Surabaya terlihat petak-petak lahan tempat pembuatan garam yang terhampar dipinggir pantai pesisir utara, yang tiap-tiap petak akan menghasilkan kira-kira 350 kilogram garam.
Kabupaten rembang memiliki garis pantai cukup panjang membuat Provinsi Jawa Tengah mendapat berkah di bidang kelautan dan perikanan. Tidak hanya soal hasil tangkapan ikan yang melimpah, sektor pertanian garam juga menjadi andalan provinsi ini. Di kabupaten Rembang ada lima kecamatan penghasil garam krosok, di antaranya yaitu kecamatan kaliori, Rembang, Sluke,dan Sarang. Kecamatan Lasem merupakan salah satu kecamatan yang menjadi produsen garam dan mengelola tambak garam suplementer dengan bandeng, produksi total garam 4 desa di Kecamatan Lasem sebesar 24.726 ton atau sebesar 55,92% .
Dalam Nilai konservasi, Petani garam yang sangat menjunjung nilai tradisi, akan termotivasi untuk bisa memenuhi harapan sosial. Hal ini terjadi karena tujuan dari tradisi ini adalah untuk menghormati, berkomitmen, dan menerima adat atau kebiasaan dan ide-ide yang dihasilkan dari peradaban kebudayaan atau agama (Schwartz, 2009; 2012). Petani garam di rembang yang berada di pesisisr pantai melestarikan pembuatan garam hingga sekarang, selain itu Petani garam juga senantiasa belajar dan menerima berbagai ide yang dihasilkan dari peradaban budaya saat ini, yang mengalami perkembangan teknologi.
Pada konteks kesiapan terhadap teknologi, petani garam mempunyai kesiapan untuk menerima perkembangan teknologi kerja karena didasari oleh respon orang lain dalam menerima teknologi tersebut. Salah satu petani garam asal desa Banggi Kecamatan Kaliori Petani garam di Rembang mulai mengubah metode dalam pengkristalan garam. Metode yang mulai dilakukan yaitu memasang plastik terpal sebagai alas untuk menjemur air laut. Metode tersebut dianggap lebih cepat menghasilkan garam jika dibanding dengan yang tidak memakai plastik. Proses pengkristalan garam yang menggunakan plastik hanya membutuhkan waktu empat hari, paling lambat seminggu. Sedangkan tanpa plastik, proses pengeringan bisa sampai sepuluh hari.
Bukan hanya itu nilai sosial yang ada pada petani tambak garam sangat kuat Petani garam di rembang mempunyai komunitas, mereka saling bekerja sama dan melindungi satu sama lain sehingga terciptanya keselamatan, harmoni, keamanan, dan keteraturan sosial, bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tapi juga demi kepentingan kelompoknya.Â
Jadi dapat disimpulkan Nilai konservasi dan Nilai Sosial Budaya yang ada dalam petani tambak garam sangat penting dilakukan dalam menjaga dan dilestarikan pembuatan garam di rembang. Dengan berbagai upaya untuk melestarikan nilai-nilai konservasi dan sosial budaya yang di miliki dan memanfaatkan teknologi yang ada untuk mempermudah pekerjaan.Â