Mohon tunggu...
Agi Rahman Faruq
Agi Rahman Faruq Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sultan Penentang HAM

6 April 2019   07:41 Diperbarui: 6 April 2019   08:49 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Sultan Haji Sir Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah-abc.net.au

Human Rights (Hak Asasi Manusia) secara prinsip didasarkan pada hak-hak manusia dalam menjalankan hidup. Hak untuk hidup, mendapatkan kekayaan, memilih Agama, bahkan kesetaraan Gender. Secara Universal, HAM sendiri dimulai dari deklarasi Universal HAM (DUHAM) sebagai dokumen dasar adanya HAM. Hingga PBB mengadopsinya pada tanggal 10 Desember 1948.

HAM sendiri sering dipakai oleh kaum LGBT khususnya Indonesia sebagai payung hukum akan kebebasan mereka. Menurut data CIA pada Tahun 2015 yang dikutip dari topikmalaysia.com jumlah LGBT Indonesia sudah masuk 5 besar di dunia. Ironis sekali untuk negara besar ini, mampu mengembangbiakan LGBT sebanyak ini hingga subur bertumbuh tinggi.

Pada Tahun 2011, Dewan hak Asasi Manusia PBB mengeluarkan resolusi pertama dengan melinduni hak-hak LGBT. Tidak tanggung-tanggung, komisi Hak Asasi Manusia PBB juga ikut mendesak dunia internasional ikut menerapkannya di negara-negaranya. 

Hasilnya cukup mengagumkan dimana lebih  dari 30 Negara telah melegalkan LGBT selama kurun waktu 20 Tahun melakukan demonstrasi. Pergerakan ini dumulai sejak Tahun 1950-an sampai 1970, dimanak kaum LGBT terus-menerus berkoar akan haknya dan menolak diskriminasi.

Suara LGBT begitu kuat hingga mampu mendobrak pintu-pintu pemerintahan, namun tidak cukup kuat untuk meyakinkan sang Sultan Brunei Darussalam. Pada hari Rabu, 3 April 2019 sang Sultan menetapkan hukum Islam kepada LGBT dengan hukuman rajam hingga mati.  

Seperti dalam pidatonya, sultan menyatakan, "Saya ingin melihat ajaran Islam di negara ini bertumbuh semakin kuat," kata Sultan Hassanal Bolkiah sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

Penerapan hukuman ini membuat komunitas gay di Brunei merasa ketakutan. Seperti yang dikutip dari BBC, mengenai respon LGBT di Brunei :

"Saya bangun tidur dan menyadari bahwa tetangga saya, keluarga saya, hingga ibu-ibu renta penjual udang goreng di pinggir jalan itu tidak menganggap saya sebagai manusia dan setuju dengan hukuman rajam," kata seorang pria gay asal Brunei yang tidak ingin identitasnya diungkap, kepada BBC dikutip dari (Yvette Tan, 2019, https://www.bbc.com/indonesia/dunia-47796768, diakses pada tanggal 6/4/2019).

Hukum Syariah Brunei sendiri diterapkan pada Tahun 2014, dan dilakukanya secara bertahap. Berdasarkan aturan baru ini, seseorang akan dihukum dengan pasal mengenai hubungan seks homoseksual jika dia mengaku atau kedapatan berhubungan seks berdasarkan kesaksian empat orang. Sebelum aturan ini berlaku, homoseksual dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan terancam hukuman 10 tahun penjara.

Siapakah Sultan Brunei tersebut? Beliau bernama Jenderal Sultan Haji Sir Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah GCB GCMG (lahir 15 Juli 1946; umur 72 tahun) adalah Sultan ke-29 dan Yang Di-Pertuan Brunei Darussalam serta Perdana Menteri pertama Brunei Darussalam. Ia adalah putra sulung Begawan Sultan Sir Muda Omar Ali Saifuddin III. Beliau  merangkap sebagai Perdana Mentri Brunei juga memegang pucuk kepemimpinan militer Brunei.

Pidatonya yang cukup menyentuh hati, dalam menegakkan hukum syariah Islam cukup menggemparkan, namun bagi sebagian orang cukup mengerikan dan menyatakan Brunei mengalami kemunduran. Adapun isi pidatonya sebagai berikut :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun