Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengimani Tuhan dengan Sederhana

25 Maret 2020   16:19 Diperbarui: 25 Maret 2020   16:17 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumen pribadi

Tuhan adalah awal. Ia ada jauh lebih dahulu sebelum nama-nama, ibarat-ibarat, defenisi-defenisi, konsep-konsep, dan agama.

Setidaknya inilah poin inti yang dapat penulis ambil dari masa-masa membaca dan merenungi beberapa bahasan tentang Bukti-bukti keberadaan Tuhan dan jiwa manusia dalam buku Diskursus dan Metode (Discourse on Method) karya Rene Decartes sang bapak filsafat modern, dan buku karya Sujiwo Tejo dan Nur Samad Kamba, yakni Tuhan Maha Asyik.

Pada tulisan ini, penulis tidak mencoba untuk menyombongkan kapasitas diri, dan merugikan orang lain, karena penulis yang sejatinya adalah bagian dari kita, dan kita  hanyalah setetes air di luas dan dalamnya samudera.

Penulis hanya ingin berbagi, karena hanya membaca dan belajar banyak hal tanpa dibarengi dengan membagikannya adalah hal yang tak berguna.

Tuhan adalah Esa, artinya Tuhan adalah satu tidak ada yang lain. Namun, beberapa Agama menamakan Tuhan dengan nama yang dipercayai, bagi Yahudi Tuhan bernama Yehova, bagi Kristen Tuhan bernama Yesus, dan bagi Muslim Tuhan bernama Allah.

Setiap komunitas berhak menggunakan nama untuk Tuhan, yang dapat mereka komunikasikan, atau mereka jadikan sumber inspirasi dalam perjalanan menuju Tuhan.

Seperti yang kita pahami bahwa agama berfungsi untuk memandu manusia agar mampu hidup dengan teratur, tidak berantakan. Dalam buku Tuhan Maha Asyik dijelaskan bahwa fungsi agama seyogianya adalah panduan bagi umat manusia demi perjalanan peniadaan diri demi bersatu dengan Tuhan yang maha besar karena senantiasa saat kepentingan dirimu tiada, maka Tuhan hadir, dan saat Tuhan hadir, maka dirimu yang sejati ada.

Namun, otoritas agama serta kefanatikan beragama sering membuat kita lupa kepada awal dari semuanya itu, yaitu Tuhan. Kita seakan lupa bahwa agama adalah ciptaan manusia, dan seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Tuhan adalah awal dari semuanya.

Tidak ada satu agama pun yang berlandaskan kebencian dan menginginkan perpecahan antar manusia selaku makhluk yang diciptakan Tuhan dengan penuh cinta kasih.

Kita menuhankan Agama, membangun sekat-sekat, mengklaim seolah-olah kebenaran kita dan golongan kita adalah hal mutlak. Padahal, satu-satunya kebenaran ialah Tuhan yang maha benar, bukan manusia dan segala ego dan keserakahannya.

"When I do good I feel good, when I do bad I feel bad, and that's my religion"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun