Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Merayakan Ketidakpedulian

8 Februari 2020   13:12 Diperbarui: 8 Februari 2020   13:21 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

People hurt and offend each other. Manusia saling menyakiti dan menyinggung sesamanya. Jika kita memperhatikan beragam kejadian di sekitar kita hari ini seperti aksi intoleran, bullying, dan sikap rasis kepada sesama manusia maka dapat dikatakan bahwa ungkapan di awal tidaklah salah.

Manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Setiap dari kita yang berada dalam dunia ini adalah saudara yang memiliki status sebagai manusia penghuni dunia yang sama di hadapan Sang pemilik semesta. Artinya keberadaan manusia haruslah dapat membantu manusia lain dalam relasi sosial yang kecil hingga besar secara aktif.

"People exist for one another. You can instruct or endure them." - Marcus Aurelius

Saya bukanlah seorang yang teramat religius dan tidak memaksudkan tulisan ini untuk mengevaluasi keadaan kita. Namun, dari apa yang saya lihat kita tidak mencerminkan diri kita sebagai bagian dari manusia yang hidup dalam dunia yang sama.

Kita masih merayakan ketidakpedulian kita dalam sikap pasif dimana seharusnya kita dituntut bersikap secara aktif. 

"ngapain ikutin ngurusin tentang mereka yang mendapatkan perlakuan rasis karna beda kulit, ngapain ngurusin mereka yang dibully, ngurusin mereka yang dilarang beribadah? Toh, aku gak mengalami perlakuan rasis kok, aku gak dibully kok, aku juga gak dilarang beribadah kok di daerahku, dan juga aku tidak ikut dalam melakukan hal-hal tersebut, itu cukup". 

Ini adalah ungkapan yang melahirkan perilaku pasif. Mungkin ungkapan-ungkapan inilah yang menyebabkan esensi kita sebagai makhluk sosial luntur. 

Kita tidak akan bersuara apalagi membela jika itu tidak mengusik kehidupan pribadi kita.  Pada saat rezim Nazi, Niemoller menuliskan sebuah puisi yang mengkritik dan menyindir kebungkaman kaum intelektua Jerman kala itu, 

Pertama-tama, mereka mendatangi kaum Sosialis, dan saya diam saja-karena saya bukan sosialis,

Kemudian mereka mendatangi para kaum Serikat dagang, dan saya diam saja-karena saya bukan anggota serikat dagang,

Kemudian mereka mendatangi kaum Yahudi, dan saya diam saja-karena saya bukan orang Yahudi,

Kemudian mereka mendatangi saya-dan tidak ada lagi orang tersisa untuk angkat bicara demi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun