Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Minat Baca yang Rendah di Tengah Banjir Informasi

20 Juni 2019   12:43 Diperbarui: 24 Juni 2019   10:42 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumen pribadi

Berdasarkan Kamus besar bahasa Indonesia, membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis. Membaca adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang mampu membuatnya memiliki banyak ilmu pengetahuan tentang apapun yang sudah terjadi, yaitu sejarah, tentang ilmu pengetahuan masa kini hingga perkembangan dunia lewat ilmu pengetahuan dalam proses menyambut masa depan.

Tentunya kita sudah sering mendengar slogan "Membaca adalah jendela dunia". Dengan memahami pesan dari slogan ini. Kita akan mampu mengenal dunia yang tidak terbatas melalui buku-buku bacaan. Beberapa orang yang menyadari pentingnya membaca adalah orang-orang sukses yang  selalu memiliki rutinitas untuk menyisihkan waktu mereka untuk membaca. Sebagai contoh,  Bill gates, bos Microsoft ini memiliki aturan 5 jam perhari untuk membaca, Warren Buffet menghabiskan 5 sampai 6 jam untuk membaca surat kabar, hingga bapak proklamator bangsa kita, Hatta, walaupun jika dia dipenjara, bersama buku dia merasa bebas.

Hal ini menimbulkan keprihatinan jika kita kaitkan kepada minat baca di Indonesia. Berdasarkan data dari Most Littered Nation In the World 2016, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara dengan minat baca yang rendah. Duta Baca Perpustakaan Nasional Indonesia, Najwa Shihab, juga mengutarakan bahwa anak-anak Eropa dan Amerika serikat dalam setahun bisa membaca 15-18 persen buku per tahun, sedangkan anak-anak di Indonesia hanya mencapai 0,01 persen.

Rendahnya statistik minat baca anak anak Indonesia ini membuat semua pegiat literasi dan mereka yang mengharapkan anak-anak yang seyogianya kelak menjadi penerus tongkat estafet kepemimpinan di berbagai aspek bangsa tentunya merasa prihatin. Ditengah-tengah zaman dengan banjirnya arus informasi yang cepat berarti seharusnya pengunduhan segala bahan bacaan dapat diakses dengan gampang dan hanya membutuhkan jaringan internet.

Namun, ternyata kemudahan ini pun layaknya pisau bermata dua bagi minat baca di kaula muda. Dengan segala kemudahan itu, ternyata kaula muda semakin hanyut dalam rasa kemalasan untuk membaca, itu terbukti dengan data yang dilampirkan oleh penulis di atas. Jika dulu faktor utama para orangtua kita sulit untuk membaca bukan karena rasa malas yang menggerogoti, namun karena mahalnya biaya yang harus dibayar demi sebuah buku bacaan.

Menyadari hal itu, penulis mencoba untuk mengurai dua faktor utama yang menyebabkan minimnya minat baca di Indonesia hari ini, 

1. Minimnya Kesadaran Akan Pentingnya Membaca
Kawula muda sepertinya belum menyadari pentingnya dampak membaca. Padahal jika mereka tekun dalam membaca., mereka akan lebih bijak dalam memandang suatu permasalahan yang sedang dan akan terjadi. Mereka masih menganut paham, membaca hanya di sekolah. Mereka juga hanya membaca apa yang diperintahkan kepada mereka. Paksaan dalam membaca seperti ini tidak akan memeberikan suatu hasil yang baik dan bermanfaat bagi mereka.

2. Daya Tarik Membaca Buku Bacaan Kalah dengan Sosial  Media 
Pada faktor ini relevan dengan zaman kita hari ini. Zaman dimana arus informasi begitu cepat, jika bijak bisa kita manfaatkan untuk self improvement, namun jika tidak kita kan tenggelam dalam kesenangan sementara yang tidak bermanfaat bagi masa depan. Kaula muda lebih senang membaca status-status sosial media seperti di facebook, instagram dan sebagainya, tidak  jarang mereka juga hanyut dalam ujuran kebencian dan hoax. Sebenarnya di zaman sekarang, kaula muda bisa membaca dengan cara yang lebih sederhana dan minim pengeluaran. Mereka bisa mengakses berbagai artikel ilmiah dan non-ilmiah di google, mendownload buku-buku dalam bentuk pdf. Namun, sekali lagi kemudahan itu pun tampaknya tidak sanggup mendongkrak minat baca mereka.

Kendala kita dalam rendahnya minat baca bukan lagi permasalahan kurangnya buku disekitar kita. Banyak pegiat literasi diberbagai daerah yang peduli dan menyediakan banyak buku bacaan bagi mereka. Namun kendala kita adalah  menumbuhkan minat baca itu sendiri. Penting bagi kawula memiliki rasa keingintahuan (curiosity)  yang kemudian mereka transisikan kepada pencarian melalui buku-buku, artikel-artikel untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka tersebut.

Pemerintah sudah berupaya menanggulangi hal ini dengan dibuatnya aplikasi digital IPUSNAS yang berisi berbagai bacaan perpustakaan nasional dengan aneka ragam judul, bidang dan pembahasaan. Dengan adanya IPUSNAS ini, Semua kelompok umur termasuk kawula muda sudah bisa mengakses aplikasi ini dengan sangat mudah di smartphone mereka. Inovasi-inovasi seperti ini diharapkan mampu mendongrak minat baca di Indonesia. Jadi sebenarnya tidak ada lagi alasan untuk malas membaca.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun