Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Masalah Mentalitas Timnas Sepak Bola Indonesia adalah "Tempe"

25 Oktober 2019   10:15 Diperbarui: 25 Oktober 2019   10:33 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Sepakbola Indonesia | Sumber gambar : www.tribunnews.com

Kita memiliki kemampuan yang lebih dari cukup untuk menjadi bangsa yang unggul dalam segala hal. Oleh karena itu kita harus merajut kembali mentalitas bangsa ini khususnya timnas kita sehingga bertumbuh menjadi lebih baik. 

Dengan demikian beberapa kendala berikut harus mampu diatasi dan ditanggulangi segera sehingga kita terlepas dari sindiran sebagai bangsa bermental tempe itu. 

Tertinggal

Perkembangan di dunia olah raga ikut berlangsung cepat seperti halnya bidang-bidang yang lain. Pembinaarn prestasi, teknologi pendudkung olahraga, dan evolusi strategi dan metode pelatihan pun terus berkembang dari waktu ke waktu. 

Di negara-negara besar sepakbola strategi sepakbola terus berkembang, teknik permainan pun juga demikian. Bahkan teknologi pendukung pertandingan seperti Video Assistence Reffere (VAR) sudah banyak diterapkan di beberapa liga besar dunia. Bagaimana dengan Indonesia?

Emosi

Pemain sepakbola kita, termasuk juga suporternya terkenal memiliki "sumbu" pendek kala menjalani pertandingan bertensi tinggi. Jika kita pernah menyaksikan pertandingan kelas dunia seperti el clasico yang demikian panas, atau derby Manchester yang demikian sengit, maka kita akan melihat kualitas emosi pemain di lapangan. 

Sepanas apapun tensi pertandingan, jarang sekali ada aksi anarki sebagaimana yang sering kita temui di kompetisi negeri ini.

Menyerah

Semangat untuk memenagi pertandingan sepertinya belum terlalu kita miliki. Sudah berapa kali kita harus menyerah ditangan tim-tim lawan yang sebenarnya kualitasnya setara atau lebih lemah dari kita?

Pengecut

Seringkali kita takut dan keder ketika menghadapi tim-tim besar di level asia atau dunia. Ketika undian pertandingan mempertemukan kita dengan salah satu tim besar, maka kita langsung berfikiran bahwa hasil realistis adalah kalah tipis dari mereka. Tidak beranikah kita menarget kemenangan atas tim-tim besar tersebut? 

Beberapa waktu lalu kita memang dihajar habis-habisan oleh UEA, apakah lantas pada pertemuan mendatang kita menjadi begitu "hormat" kepada mereka? Sepakbola sudah banyak memunculkan contoh David versus Goliath, dimana mereka yang tidak diunggulkan mampu mempencundangi mereka yang dianggap lebih hebat. Bola itu bulat, dan kita di Indonesia pun juga memainkan bola yang bentuknya sama, bukan?

Egois

Kita mengetahui bahwa salah satu "kelemahan" pemain timnas sepakbola kita adalah postur tubuh yang mungil. Hal ini sering dianggap sebagai biang keladi kekalahan seiring ketidakmampuan kita meredam lawan-lawan berpostur tinggi besar. 

Pada akhirnya kebijakan naturalisasi pemain pun dilakukan, harapannya adalah mampu menanggulangi permasalahan postur tersebut. Tetapi pada kenyataannya setelah kebijakan naturalisasi dilakukan hasilnya masih tidak jauh berbeda.

Kalau kita lihat tim sepakbola FC Barcelona ketika diasuh oleh Joseph Guardiola, mereka dikomandoi oleh pemain-pemain berpostur mungil seperti Xavi Hernandes, Andreas Iniesta, dan Lionel Messi. 

Postur mungil mereka justru menjadi kelebihan luar biasa karena diimbangi oleh kualitas skill yang mumpuni. Selain itu, mereka juga bermain secara kolektif. Jarang yang individualistis. Jarang yang egois. 

Hal ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi para pemain kita agar tidak berlaku egosi saat di lapangan. Kerja sama tim adalah yang utama. Bagaimanapun juga sepakbola itu dimainkan oleh sebelas orang, bukan satu orang.

Tertinggal, Emosi, Menyerah, Pengecut, dan Egois harus bisa kita atasi sehingga kita mampu menjadi sebuah tim sepakbola yang mampu berbicara di level dunia. 

Kita semua pasti berharap timnas kita mampu menciptakan prestasi luar biasa suatu hari nanti. Asalkan kita mau berjuang untuk mewujudkan hal itu, maka tidak ada yang tidak mungkin.

Menyebut kita bermental tempe sebenarnya bukan bermaksud "merendahkan" martabat dari tempe itu sendiri. Karena harus diakui bahwa tempe merupakan salah satu warisan nusantara yang begitu berharga. 

Hanya saja mungkin dulu mendiang Presiden Soekarno menganalogikan mental tempe terkait dengan karakteristik dari "benda" tersebut yang lunak dan mudah patah. Sebenarnya hal itulah yang harus kita ambil pelajaran.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun