Apabila di desa yang terkenal dengan semangat bermasyarakatnya yang cukup tinggi saja hal seperti ini bisa terjadi, lalu bagaimana dengan masyarakat perkotaan? Bisa jadi warga kota menerapkan budaya yang lebih baik dari itu, namun bisa jadi juga sebaliknya. Hanya saja kita patut bertanya, layakkah doa dilabeli tarif seperti itu?Â
Kita tidak sedang datang ke rumah paranormal untuk dibantu urusan secara mistis, karena urusan kita sebatas ingin berdoa dan beribadah saja. Entah siapapun dulu yang memulai pemasangan tarif ini dan apa alasan yang melatarbelakanginya. Bisa jadi karena seseorang tidak memiliki penghasilan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga ia kemudian memutar otak untuk mendapatkan penghasilan tambahan.Â
Sekecil apapun peluang dimanfaatkan. Kebetulan, masyarakat kita dengan tradisi leluhurnya "senang" mengadakan acara semacam selamatan atau sejenisnya. Hal itu lantas dimanfaatkan menjadi peluang bisnis dengan menawarkan jasa "pengisi acara ritual keagamaan" dengan besaran tarif tertentu. Benar tidaknya hal ini dilakukan barangkali masih akan menjadi pro kontra di masyarakat. Tinggal bagaimana kita menilai sendiri apakah hal semacam ini layak dilestarikan?
Salam hangat,
Agil S Habib Â