Mohon tunggu...
Ahmad FurqonBurhani
Ahmad FurqonBurhani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Hukum

TERORIS TERHADAP HUKUM PIDANA DAN TNI

19 Oktober 2020   16:54 Diperbarui: 19 Oktober 2020   17:24 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika mendengar aksi terorisme banyak orang langsung beranggapan aksi tersebut merupakan aksi pengeboman suatu wilayah, tanggapan tersebut bukanlah sepenuhnya salah dan bukan sepenuhnya benar, terorisme menurut Wikipedia adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tata cara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta sering kali merupakan warga sipil. jadi, terorisme tidak sepenuhnya aksi pengeboman suatu wilayah melainkan suatu serangan untuk menumbuhkan perasaan teror terhadap masyarakat yang dilakukan secara terkoordinasi oleh individu atau sekelompok orang, memang kebanyakan merupakan sebuah aksi pengeboman disebuah wilayah seperti kejadian di Surabaya tahun 2018 aksi pengeboman tiga gereja, kantor polisi, dan rumah susun oleh sekelompok keluarga beranggotakan 6 anggota: ayah, ibu, dua anak perempuan, dan dua anak laki-laki (detiknews.com).

            Mengapa orang-orang tersebut melakukan aksi terorisme? Banyak alasan seseorang untuk menjadi teroris baik secara eksternal maupun internal, diantaranya karena benci terhadap seseorang secara berlebihan hingga timbul rasa ingin meneror bahkan hingga membunuh orang yang dibenci tersebut, karena rasis terhadap suatu organisasi atau aliran hingga merusak, sebab doktrin dan pencucian otak untuk memasukkan ideologi tertentu sehingga menyebabkan orang yang di doktrin tersebut mengalami delusi yang kuat dari petinggi suatu aliran atau organisasi, kemiskinan atau buruknya perekonomian dengan di janjikannya kehidupan yang mewah ke depannya. Menurut Dr. Sholih Mu’adi, SH., M.Si banyak konflik yang terjadi di tengah masyarakat mulai dari konflik SDA, konflik agraria hingga konflik etnis. Apalagi, ditambah dengan pemahaman-pemahaman agama yang dianggap menyimpang yang akhirnya berafiliasi dalam gerakan jihadis atau ekstrimisme. Untuk mencegah hal-hal tersebut perlu diberi kepahaman yang cukup untuk orang-orang awam, mahasiswa, saudara-saudara kita, dan elemen bangsa lainnya.

            Berbagai aksi atau kegiatan dalam sindikat teror memerlukan dana atau biaya, sebagai bentuk fasilitas. Di Indonesia sendiri, penjelasan tentang pembiayaan terorisme dijelaskan dalam Undang-undang no 9 tahun 2013 tentang pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pendaan terorisme. Dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa Pendanaan Terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Dari hal tersebut pembiayaan atau pendaan terorisme di Indonesia tidak memperhitungkan apakah biaya tersebut berasal dari kegiatan yang sah maupun ilegal (ppatk.go.id)

            Setiap orang memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) di mana HAM tersebut merupakan hak yang diberikan setiap manusia sejak lahir. Pengertian Hak Asasi Manusia menurut Undang-undang RI no 39 tahun 1999 ialah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Bagaimana dengan teroris? Apakah mendapatkan hak asasinya sebagai manusia? Ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya memaparkan penelitiannya terkait persoalan HAM yang menyimpang dari HAM itu sendiri mengenai aksi terorisme. Sebenarnya pelibatan TNI dan penegak hukum masih perlu diperbaiki, namun karena dijustifikas Undang-undang, maka banyak aspek yang harus diperhatikan, seperti kemungkinan tumpang tindih peran dengan densus 88 dan BNPT atau yang lebih fatalnya dapat merusak Criminal Justice System yang dalam UU menjadi model acuan penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia (Milda Istiqomah, S.H., MTCP., Ph. D pada diskusi online Penanganan Terorisme oleh TNI. Senin, 12 Oktober 2020).

            Menurut ketua komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, tindakan terorisme merupakan serangan langsung terhadap Hak Asasi Manusia, khususnya hak untuk hidup yang mana hak tersebut tidak dapat dikurangi dalam keadaan bagaimanapun (non derogable right). Taufan juga menegaskan bahwa serangan atas hak untuk bebas dari rasa takut, hak atas rasa aman dan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ahmad Taufan Damanik menyerukan bahwa Komnas HAM juga tidak membenarkan bahkan mengutuk dengan keras serangan terorisme tersebut atas alasan dan dasar apapun. Tidak ada keyakinan dan agama yang mengajarkan kekerasan terhadap sesama atas alasan dan dasar apapun. (komnasham.go.id)

Aksi terorisme menimbulkan banyak kekacauan di masyarakat karena berbagai tindakannya yang secara tiba-tiba dan terkoordinasi, lantas bagaimana menanggulangi kekacauan tersebut? apakah TNI harus berjaga 24 jam untuk mencegah adanya aksi terorisme? Pada diskusi online Penanganan Terorisme oleh TNI. Senin, 12 Oktober 2020. Irjen (Pol) Purn. Ansyaad Mbai menyatakan bahwa terorisme adalah tindak pidana yang harusnya diselesaikan dengan pendekatan hukum dan juga tidak ada penelitian yang menunjukkan bukti adanya pendekatan militer menjadi efektif, justru akan menambah kekacauan pada masyarakat seperti yang terjadi di Afghanistan dan beberapa Negara Timur Tengah. Kemudian Fitri Bintang Timur, S.Sos., M.Si., Ph.D menyatakan bahwa keikutsertaan TNI yang saat ini masih ada dalam kerangka komando teritorial akan menciptakan masalah tumpang tindih peran dengan aparat pemenrintah seperti BNPT dan kepolisian, sebagai jalan tengahnya Fitri juga menyatakan bahwa keterlibatan TNI dalam mengatasi terorisme diperlukan apabila kondisi kritis dan ekstrim, mendapat otorisasi dari pemerintah dan DPR sebagaimana yang telah ditentukan. Yusli Effendi, S.IP., M.A selaku pengamat Terorisme Internasional HI FISIP UB juga mengutarakan pendapatnya bahwa pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme merupakan pilihan terakhir (last resort) apabila sumber daya sipil terbatas atau polisi sudah tidak mampu untuk menghindari korban jiwa sipil, hal ini hanya bersifat sementara atau terbatas.

            Melihat berbagai kegiatan atau aksi dari terorisme tersebut dapat dikatakan bahwa aksi terorisme tersebut Dalam UU No. 4/2008 terorisme didefinisikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang membawa dampak kerusakan pada berbagai tingkatan. Selain itu, aksi terorisme juga telah menjelekkan nama aparat pemerintah karena tugasnya menjaga ketertiban yang dipelopori oleh tindakan terorisme. Pelaku aksi terorisme tersebut akan ditindak secara hukum dalam KUHP bahwasannya dapat dikatakan sebagai tindak pidana terorisme apabila tindak pidana tersebut membahayakan keamanan bagi masyarakat dan mengacaukan keamanan suatu negara. Adapun penjelasan mengenai tindak pidana terorisme yang terdapat pada Pasal 187 VII tentang Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang diancam pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang dan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain. Kemudian juga diterangkan pada Pasal 406 Bab XXVII tentang penghancuran atau perusakan barang. Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah dan dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membuat tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.

Bertahun-tahun Indonesia telah merdeka dari Negara penjajah, namun masalah selalu bermunculan dari Negara sendiri, aksi terorisme salah satunya. Begitu banyak kekejian dari aksi terorisme (extra ordinary crime), mulai dari hal yang kecil hingga hal yang besar, kericuhan diberbagai wilayah, perusakan berbagai fasilitas umum, dan mengintimidasi masyarakat. Rasa manusiawi dari seorang teroris sudah tidak ada lagi, bahkan Hak Asasi Manusiapun di jadikan sebagai musuh. Berbagai macam hukum pidana telah dilontarkan kepada pelaku aksi terorisme namun mereka tak kunjung jera akan hukuman pidana karena begitu kuatnya tekad pelaku teroris. Pelibatan TNI dalam menagani teroris merupakan pilihan terakhir (last reosrt) dan bersifat terbatas. Dalam hal ini belum diperlukan penanganan secara militer karena akan merubah model dari model sistem peradilan (Criminal Justice System) dengan model perang (War Model), dan berdasarkan penelitian tidak ada bukti keefektifan penanganan secara pendekatan militer. Selain itu juga akan terjadi tumpang tindih peran aktor lain seperti BNPT dan kepolisian.

Daftar Pustaka:

https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme

https://news.detik.com/berita/d-4358370/terorisme-terlaknat-2018-bom-sekeluarga-mengguncang-surabaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun