Mohon tunggu...
Afriska Ambarita
Afriska Ambarita Mohon Tunggu... Administrasi - Senang membaca dan suka menulis

Female, senang baca, sedang belajar menulis dan mengungkapkan isi hati...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kiprah Ignasius Jonan di Mata Saya

20 Juli 2016   17:41 Diperbarui: 21 Juli 2016   13:08 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Arus mudik Lebaran tahun ini, Juli 2016 rasanya menjadi catatan penting bagi buruknya infrastruktur di negeri kita. Tol baru yang diharapkan mempercepat jarak antar kota malah menjadi titik macet yang paling parah. Ada yang sampai tertahan 32 jam di tol Brebes, bahkan ada yang sampai meninggal. Mungkin karena kelelahan atau menghirup gas beracun dari mobil.

Menurut beberapa info yang beredar, hal itu disebabkan adanya SPBU dekat pintu keluar tol, dimana pada saat kejadian banyak kendaraan mengantri sedangkan stock bensin di SPBU sedang kosong. Akhirnya kendaraan yang mengantri tetap di tempat sampai menutup jalan keluar tol. Termasuk juga ada pasar tumpah dekat tempat tersebut, tentu juga ikut menyumbang macet. Walaupn tentang pasar tumpah ini juga belum jelas kebenarannya.

Akibat kejadian ini, beberapa pihak mencari orang yang bisa disalahkan. Dan salah satu yang menjadi sasaran adalah Ignasius Jonan, menteri perhubungan. Bahkan ada yang membuat petisi agar Ignasius Jonan diberhentikan dari jabatannya. Walaupun saya kurang sependapat dengan Ignasis Jonan tentang pernyataannya yang menyebut korban meninggal saat mudik bukan karena macet, tapi rasanya meminta beliau mundur juga terlalu berlebihan.

Dibawah tahun 2012, mungkin kita masih ingat betapa semrawutnya perkeretaapian di Indonesia. Bahkan seorang teman menyebutkan, kian tahun rel kereta api di Indonesia semakin pendek. Jangankan menambah rute,  mempertahankan yang ada saja susah. Bukan karena penumpang yang sudah malas menggunakan kereta api. Tetapi dari pihak perkeretaapian sendiri yang menghentikan beberapa rute dengan alasan merugi.

Belum lagi ketika libur Lebaran, jumlah penumpang kereta api bisa 3 – 4 kali lipat dari kapsitas seharusnya. Lebaran 2005 saya ikut teman mudik ke Klaten. Berhubung belum ada penjualan tiket online, maak tiket dibeli saat akan berangkat. Kami sudah antri dari pagi untuk membeli tiket dan penumpang di stasiun Senen sudah membludak. Ketika kereta datang, penumpang yang akan berangkat sudah mendesak masuk padahal penumpang di dalam belum keluar. Bahkan beberapa orang tua nekat memasukkan anaknya lewat jendela agar mendapat tempat duduk.

Karena tidak bisa rebutan, akhirnya kami mendapat tempat di gerbong tanpa tempat duduk, sebenarnya gerbong ini digunakan untuk barang, tetapi karena banyaknya penumpang terpaksa diangkut dengan gerbong tersebut. Saya masih beruntung bisa duduk walau tak bisa gerak, lebih parah teman saya berdiri mulai naik hingga kami turun di Klaten esok subuhnya.

Demikian juga ketika pulang, kami tidak kebagian tempat sehingga nyempil disambungan antar gerbong. Apakah harga tiket yang duduk lebih mahal dari yang tidak duduk? Tidak. Harga tiket sama saja. Lalu ini salah siapa? Naik bis sudah pasti macet saat lebaran. Dan pihak kereta juga tidak memaksa penumpang untuk naik.

Membaca buku dengan judul “Si Ular Besi Antar Jonan jadi Menteri” saya melihat ada kerja keras, kerja cerdas, komitmen dan menghargai pengguna kereta api sehingga Jonan dan timnya mencari cara agar transportasi Kereta Api menjadi sarana yang nyaman.  

Bukan hanya masalah penumpang, masalah kecelakaan kereta api juga bukan berita baru bagi kita di tahun sebelum 2012. Rasanya hal yang wajar-wajar saja kalau mendengar berita kecelakaan kereta api.  Dan semua itu sekarang menjadi berita yang sangat jarang kita dengar.  Termasuk juga pelayanaan kereta api yang jauh lebih baik. Jangankan yang ngampar dengan koran, kursi cadangan saja sudah tidak ada untuk tujuan luar kota.

Berkaca dari perkembangan perkeretapian di atas, rasanya kita jangan terlalu cepat meminta Jonan untuk mundur. Semua pembenahan dan perbaikan itu butuh waktu dan proses. Maju terus Pak Jonan, saya akan selalu mendukungmu sepanjang itu benar.

Tulisan ini saya posting juga di blog pribadi : http://afriska07.blogspot.co.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun