Jakarta – Skandal korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial, Juliari P. Batubara, masih menjadi luka terbuka dalam ingatan publik. Di tengah kondisi darurat nasional akibat pandemi, di saat solidaritas dan empati menjadi kunci utama bertahan sebagai bangsa, kejahatan luar biasa ini justru dilakukan oleh mereka yang diberi amanah untuk menolong.
Juliari terbukti menerima suap miliaran rupiah dari penyedia paket sembako bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek. Ia memungut “fee” dari setiap paket yang seharusnya diterima masyarakat terdampak. Perbuatannya bukan hanya mencoreng etika pemerintahan, tetapi juga merusak makna bela negara dalam konteks nyata.
Kini, meski pandemi telah mereda dan kehidupan perlahan pulih, kasus ini tetap relevan sebagai cermin penting dalam pembangunan karakter bangsa. Bela negara, sebagaimana tercantum dalam konstitusi dan semangat kebangsaan, bukan hanya urusan militer atau perang fisik. Dalam masa damai, bela negara hadir dalam bentuk kepedulian, tanggung jawab sosial, kejujuran, dan integritas dalam mengelola sumber daya negara.
Sayangnya, perilaku seperti yang dilakukan Juliari justru sebaliknya. Ia mengkhianati prinsip bela negara dengan menjadikan penderitaan rakyat sebagai sumber keuntungan pribadi. Ini adalah bentuk nyata dari pembusukan nilai kebangsaan dari dalam tubuh pemerintahan itu sendiri.
Penting untuk disadari bahwa bela negara adalah kewajiban setiap warga negara, terlebih bagi mereka yang diberi mandat kekuasaan. Ketika pejabat publik gagal menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, maka semangat bela negara kehilangan maknanya.
Kini, di tengah tantangan baru pascapandemi – mulai dari pemulihan ekonomi, ketahanan pangan, hingga krisis iklim – bangsa ini membutuhkan lebih dari sekadar regulasi dan anggaran. Indonesia butuh figur-figur publik yang berintegritas, birokrat yang menjunjung etika, dan warga negara yang sadar bahwa bela negara bukan sekadar slogan, melainkan aksi nyata dalam keseharian.
Korupsi bansos adalah pelajaran mahal yang tidak boleh berulang. Negara harus memperkuat sistem transparansi, mengedepankan pengawasan berbasis teknologi, dan membangun budaya malu terhadap korupsi. Sementara itu, pendidikan bela negara perlu dimaknai ulang—bukan hanya sebagai pelatihan fisik, tetapi sebagai pembentukan mental untuk menjaga kepercayaan dan amanah rakyat.
Sebab pada akhirnya, di masa krisis atau damai, ujian sejati bagi seorang pemimpin bukan hanya seberapa kuat dia memerintah, tapi seberapa besar ia rela berkorban demi rakyatnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI