Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anggaran Pendidikan di Indonesia: Persepektif Ekonomi Politik dan Paradigma Hibah Anggaran

26 Mei 2020   10:34 Diperbarui: 26 Mei 2020   10:29 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap generasi muda harus memelihara dan menjaga agar bangsa ini tetap optimis menghadapi tantangan dan menggapai masa depan yang lebih baik dan mudah-mudahan tahun 2009 ke depan pemerintah benar-benar mau menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama dengan menyediakan 20 % anggaran pendidikan sebagaimana diamanatkan konstitusi sehingga bangsa ini tidak lagi berandai-andai untuk memperoleh pelayanan dan menikmati pendidikan secara ideal tapi konkrit.

Hibah Mengurangi Korupsi

Sekarang persoalan lain muncul dalam realisasi anggaran pendidikan yang terstruktur dalam APBN dan APBD. Karena, ketidakpercayaan perumus anggaran adalah tindakan korupsi di sektor pendidikan ini. Beberapa indikasi menyebutkan salah satu korupsi terberat adalah di sektor pendidikan. 

Bagaimana pola untuk mengurangi korupsi di sektor ini. Sebenarnya dalam UU Sistem Pendidikan Nasional sudah menyebutkan dengan cara distribusi dana hibah. Menurut penulis, ini suatu paradigma yang harus disosialisasikan dengan pola yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, pola pelelangan dan digandeng dengan pola hibah yang tersistemik.

Paradigma dana hibah pun harus dipahami oleh komponen masyarakat dalam lingkup nasional dan daerah (dari kota sampai ke desa-desa). Bahwa pada prinsipnya sebagaimana yang sering disuarakan misalnya mengenai anggaran sebesar 20% dari pendapatan dan belanja negara (Pasal 49 ayat 1) sebenarnya bukanlah menjadi pokok permasalahan. Memang benar bahwa anggaran sangat dibutuhkan, akan tetapi anggaran akan kembali kepada pelaku-pelakunya dalam hal ini seluruh komponen yang terlibat dalam dunia pendidikan tersebut. 

Dibalik kondisi ini, yang lebih penting menciptakan distribusi anggaran pendidikan dengan paradigma anggaran "hibah" yaitu bagaimana masyarakat dapat benar-benar aktif, sehingga dapat terlihat jelas peran apa yang dijalankan oleh masyarakat dan peran yang dijalankan oleh pemerintah. Sehingga, kondisi pelaporan keuangan pendidikan lebih akurat dan sehat dalam tubuh pendidikan nasional. Dengan demikian akan tumbuh semangat belajar dan budaya kompetitif yang konstruktif.

Untuk itu, perubahan paradigma ini harus segara dilakukan dengan cara revolutif. Karena, pada dasarnya, realisasi dari 20 % itu dalam bentuk "hibah" bukan lagi "paradigma proyek", "paradigma korupsi" atau "paradigma neopotisme", sebagaimana ditegaskan pada pasal 49 ayat 3 "Dana pendidikan dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku" dan ayat 4 "Dana pendidikan dari pemerintah dan pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku". 

Peran masyarakat inilah yang menjadi bagian strategis dalam kebijakan peningkatan mutu pendidikan, yang pada akhirnya implementasi dari UUSPN Nomor 20 tahun 2003 secara nyata dapat dilihat dari segi kualitas dan kuantitas bisa dicapai, walau dengan dana yang kurang memadai. Termasuk dalam rangka upaya untuk rehap sekolah dan peningkatan dana sekolah dilakukan komite sekolah dengan berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan Daerah.

Dapatkah kondisi di atas dilakukan di Indonesia yang masih terpuruk dan berjalan merangkak memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Padahal, secara fakta dapat kita saksikan, sebuah perlombaan besar-besaran berbagai biaya pendidikan yang harus dibayar oleh siswa -- dengan nama-nama aneh -- antar lembaga pendidikan mengesankan bahwa pendidikan merupakan layanan pribadi yang mutu dan harganya diserahkan kepada mekanisme pasar. Ini mengesankan bahwa pendidikan telah menjadi lahan bisnis yang cukup menjanjikan, terutama bila dimaksudkan untuk melayani kelas mapan.

Ada dampak memprihatinkan dari pertumbuhan industri pendidikan ini, yaitu bahwa pendidikan tidak lagi ditangani oleh mereka yang memegang teguh filsafat tentang pencapaian kehidupan yang baik, atau warga negara yang peduli pada pendidikan kewarga-negaraan, tetapi oleh para administrator pendidikan dengan muatan pikiran dan orientasi sebagaimana dalam industri-industri lain, yaitu: keuntungan.

Fenomena di atas, mengesankan pendidikan menjadi bisnis yang sangat potensial. Untuk itu, orientasi segenap komponen pendidikan harus ke arah yang lebih baik, yakni dengan melakukan kampanye dengan tema-tema seperti "kesadaran peran masyarakat terhadap pendidikan, menghalau paradigma prokyek pemerintah daerah (Diknas), konsep hibah dana pendidikan (konsep imbal swadaya), penuntatasan wajib belajar, budaya belajar siswa, basis keunggulan lokal (pasal 50 ayat 6) dan masih banyak kampanye lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun