Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anggaran Pendidikan di Indonesia: Persepektif Ekonomi Politik dan Paradigma Hibah Anggaran

26 Mei 2020   10:34 Diperbarui: 26 Mei 2020   10:29 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila diperlukan, apa pun barang modal yang memungkinkan para pribadi-pribadi melakukan pemerasan terhadap orang lain, diambil alih hak pemilikannya oleh negara sebagai representasi masyarakat (society) atau komunitas (community). Secara idealistik, ini tampil dalam ideologi dan sistem ekonomi sosialisme dan komunisme. 

Kemungkinan ketiga, negara diperlakukan sebagai sesuatu (entity) yang memiliki otonomi tersendiri. Menurut gagasan ini, negara bukan merupakan pelaku pasif di tengah berbagai kelompok kepentingan yang bersaing secara horizontal, bukan pula suatu panitia pelaksana kelas penguasa, tetapi lebih merupakan kekuatan dinamik yang independen (Findlay, 1991).

Kemungkinan-kemungkinan di atas, melahirkan model-model negara secara teoritik. Sehingga, model teoritik peran ekonomi negara dipilah menjadi 3 (tiga), yaitu: (1) negara protektif atau netral, (2) negara produktif atau positif, dan (3) negara eksploitatif atau negatif.

Pertama, negara protektif. Negara model ini menyelenggarakan fungsi-fungsi terbatas. Negara jenis ini mengambil posisi netral, sehingga kurang aktif membuat dan menerapkan kebijakan ekonomi. Mengikuti ajaran ekonomi klasik liberal, fungsi utama negara adalah menyediakan barang dan jasa publik untuk pertahanan, perundang-undangan, dan ketertiban.

Kedua, negara produktif. Negara model ini adalah negara dengan fungsi kepentingan publik dalam ekonomi kesejahteraan. Fungsi negara bersifat positif dalam arti membuat kebijakan publik untuk mengoreksi kegagalan pasar dan mengarahkan keuntungan bersih maksimum bagi bagian terbesar penduduk. Negara produktif adalah negara yang menjamin kepentingan publik berupa tingkat kesejahteraan ekonomi minimum. Karena pengutamaan kesejahteraan penduduk menjadi inti kebijakan negara ini, maka negara produktif juga disebut negara positif.

Ketiga, negara eksploitatif. Negara model ini adalah juga negara aktif, tetapi berfungsi negatif karena intervensi negara justru memaksimalkan keuntungan bagi kelas penguasa dan kelas borjuasi sehingga secara praktik negara merupakan semacam agen bagi kelas penguasa dan borjuasi.

Ketiga model negara ditinjau dari sudut ekonomi politik pendidikan ini, menempatkan Indonesia cenderung bermodel ekspoitatif. Kebijakan-kebijakan pro-rakyat dalam bidang anggaran pendidikan tidak dipedulikan. Kondisi ini menyababkan kita harus bertahan berstatus "negara berkembanga", padahal di negara lain seperti Malaysia, Thailan dan Korea Selatan telah tampil menjadi negara maju. Apakah ini gambaran negara yang kita cintai ini harus terus dilanggengkan ?. 

Ataukah kita hanya diam menyaksikan "penekanan" terhadap anggaran pendidikan kita. Karenanya, kita harus mendorong secara terus menerus agar pemerintah memenuhi amanat konstitusi dalam penyediaan anggaran pendidikan. Pendorong anggaran pendidikan ini harus dilakukan oleh semua kalangan terutama para wakil rakyat karena merekalah yang menjadi kontrol langsung terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Dan tidak hanya para wakil rakyat semata yang perlu mendorong pemerintah untuk memiliki political will tersebut, semua kalangan baik LSM, partai politik, organisasi sosial-keagamaan, sampai rakyat jelata sendiri juga penting melakukannya.

Sebagaimana negara-negara berkembang, tentu kita berharap kemajuan dapat dicapai lebih cepat. Namun, menghayal anggaran pendidikan nasional sesuai konstitusi sama artinya dengan "menghayal capaian-capaian ideal bangsa ini dari dan tentang pendidikan". Andai saja anggaran pendidikan sesuai konstitusi maka : 

"pendidikan murah dan berkualitas akan bisa dinikmati oleh rakyat kecil minimal sampai tingkat SMU, kesejahteraan guru akan sangat layak, tidak ada lagi bangunan sekolah/madrasah yang ambruk dan rusak, tidak akan ada lagi kasus siswa bunuh diri karena tak mampu membayar uang sekolah, akan terbentuk sebuah lapisan masyarakat bawah yang terdidik, bangsa ini akan lebih bermartabat di mata dunia, bangsa ini akan lebih kreatif dan inovatif menciptakan peluang-peluang penghidupan untuk dirinya sendiri, dan lain sebagainya". Hayalan-hayalan ini mungkin hanya diangan-angan kita semata-mata dan kita tidak berhak atas hayalan itu. Atau mungkin hayalan itu akan diwujudkan 100 tahun yang akan datang ?.

Namun demikian, tidaklah lantas kita menjadi pesimis terhadap persoalan pendidikan tersebut, yang justru malah melemahkan kita. Kita harus tetap bersikap optimis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun