[caption id="attachment_106712" align="aligncenter" width="560" caption="daripada pusing lebih baik tutup mata (foto.vivanews.com)"][/caption] Tulisan sahabat saya Indra Furwita mengeluhkan tentang ujian. Open book atau close book. Menurutnya, teman-teman sekelas cukup kesal dengan tingkah seorang dosen. Pak dosen mengatakan rencana ujian mata kuliahnya dengan metode close book, tapi realisasinya open book. Mahasiswa yang sudah terlanjur belajar dengan sungguh-sungguh merasa kesal. Pengalaman, setiap kali mengadakan ulangan (dalam satu semester misalnya), maka setengahnya saya laksanakan dengan open book, 50 persen lainnya adalah tutup buku. Namun dua perlakuan itu mesti dibedakan. Untuk open book biasanya saya menggunakan soal terapan atau aplikasi. Tidak murni bersumber dari buku pelajaran. Siswa saya bawa ke sebuah suasana yang mereka sering menjumpai dalam kehidupan. Atau siswa saya bawa sedikit ke alam masa depan, yang akan mereka alami kelak dikemudian hari. Open book yang biasanya saya lakukan, Â siswanya dibuat berkelompok. Karena materi ulangannya sudah bersifat aplikasi. Sehingga dengan berkelompok, mereka diharapkan saling mengisi. Saya mudah-mudahan tahu persis tentang kemampuan anak dalam satu kelas. Â Ada yang trampil berhitung, ada yang kemampuan mengingatnya luar biasa, dan ada pula yang handal dalam ilmu mekanik. Open book atau close book, bagi saya, Â bergantung materi yang hendak dicapai dan melihat prediksi kemampuan anak dalam menyerap sebuah materi. Bisa jadi, ulangan mata pelajaran matematika atau fisika (yang katanya banyak rumusnya, padahal menurut saya tidak semuanya benar) dapat dilaksanakan dengan membuka buku. Â Ulangan yang bersifat terapan bisa juga tutup buku, manakala materi yang akan digapai terasa sulit untuk menghindar dari formula dalam materi pelajaran.
