Mohon tunggu...
Anis Adzkiya
Anis Adzkiya Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Public Health

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Efektivitas Program Pemerintah Pengendalian TB Paru

29 Desember 2019   14:47 Diperbarui: 29 Desember 2019   14:48 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang  terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC(Kartasasmita, 2009).

Penyakit ini tergolong sebagai penyakit menular dikarenakan kuman penyebab tuberculosis paru-paru ini dapat berpindah dari satu orang ke orang lainnya. Sumber penularan utama pada pasien TB paru dengan BTA Positif terutama pada waktu batuk, bersin, dan berbicara sehingga kuman menyebar ke udara dalam bentuk percikan dahak. Dalam sekali batuk tubuh mengeluarkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi dalam ruangan, dikarenakan pada ruangan tersebut, percikan yang mengandung bakteri tersebut akan terkurung (Indah, 2018).

Penyakit TB dapat menimbulkan beberapa dampak bagi penderita. Dampak secara fisik yang ditimbulkan diantaranya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi. Secara Psikososial dampak yang ditimbulkan seperti timbulnya ketakutan dalam dirinya dan stigma dikucilkan atau bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Secara ekonomi, sekitar 75% pasien TB merupakan kelompok usia yang paling produktif (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya tiga sampai empat bulan dan berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika  sesorang meninggal akibat TB, maka orang tersebut sama saja seperti  kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun (Nurjana, 2015).

Kementrian Kesehatan RI memiliki prinsip dan strategi program tuberculosis untuk tahun 2015-2020 yang dibuat menjadi enam point, yaitu penguatan kepemimpinan program TB di Kab/Kota, Peningkatan akses layanan TB yang bermutu, Pengendalian faktor resiko TB, Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB, Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulanan TB, dan poin terakhir yaitu penguatan manajemen program (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Pengendalian faktor risiko yang dimaksud dalam strategi ini diantaranya ialah promosi,lingkungan dan gaya hidup sehat, implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi TB, sedangkan pada poin lain yang berbunyi peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengendalian TB mencangkup meningkatkan keterlibatan masyarakat dan keluarga dalam pengendalian kasus TB, pemberdayaan masyarakat melalui integrase TB ke dalam pelayanan kesehatan berbasis keluarga dan masyarakat.

Untuk mendukung prinsip dan strategi program TB yang telah dicanangkan untuk tahun 2015-2020, Menteri kesehatan RI telah membuat membuat peraturan Menteri no.67 Tahun 2016 tentang penanggulangan tuberculosis. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotive dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative yang ditujukkan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan, maupun kematian serta memutuskan penularan dan mencegah resistensi obat yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis (Menteri Kesehatan RI, 2016).

Berdasarkan isi dari Permenkes RI no.67 tersebut, seharusnya pemerintah, khususnya pemerintah daerah lebih mengupayakan kegiatan promosi kesehatan tentang penyakit tuberculosis ini, serta program pencegahan agar masyarakat dapat dikontrol agar tidak terkena Tuberkulosis. Namun berdasarkan fakta yang ada, pemerintah justru lebih fokus terhadap program kuratif atau penyembuhan terhadap seseorang yang didiagnosa Tuberkulosis, bahkan program utama pada penyakit TB yang diadakan oleh Kemenkes dengan nama TOSS-TB atau Temukan, Obati Sampai Sembuh yang dimana jika dilihat dari tujuan dan pelaksanaan program ini dirasa masih jauh dari peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan yaitu pada Permenkes RI No.67 dikarenakan pada program ini pemerintah hanya fokus kepada tindakan promosi kesehatan yang bertujuan untuk membuat masyarakat mengetahui gejala-gejala yang timbul bila sudah terkena TB, bukan mempromosikan tindakan pencegahan dari Tuberkulosis paru ini sendiri.

Fokus pemerintah yang hanya memperhatikan aspek kuratif dalam penanganan kasus TB dianggap masih belum berhasil, bahkan berdasarkan dat Riskesdas 2018, prevalensi TB paru di Indonesia semakin meningkat dibandingkan tahun 2013 (Litbangkes Kemenkes RI, 2018). Hal ini membuktikan bahwa penanganan penyakit TB ini tidak bisa dilakukan dengan cara kuratif saja, tetapi harus lebih mementingkan aspek promotive dan preventif pada masyarakat, sehingga pemerintah lebih berperan untuk menghentikan rantai penyebaran penyakit, tidak seperti saat ini yang lebih mementingkan aspek penyembuhan bagi para penderita TB.

Untuk mempercepat eliminasi tuberculosis paru, pemerintah harus memperkuat semua jenis layanan kesehatan di semua wilayah dan juga terintegrasi serta diperlukan juga komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang kuat dalam mempertanggungjawabkan layanan TB di wilayahnya masing-masing dengan mewujudkan rencana aksi yang sesuai dengan daerah setempat. Hal ini sebenarnya sudah tercakup dalam enam point prinsip dan strategi tuberculosis yang dicanangkan oleh Kemenkes RI, sayangnya terjadi ketidaksesuaian antara apa yang dicanangkan dengan apa yang terlaksana di lapangan yang tentunya harus dilakukan evaluasi secara keseluruhan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pemantauan kinerja dari program ini juga harus lebih diperhatikan lagi agar tidak semakin menyimpang dari apa yang ada dalam prinsip dan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Indah, M. (2018). Tuberkulosis. (N. Kurniasih, Ed.). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun