Mohon tunggu...
AD Tuanku Mudo
AD Tuanku Mudo Mohon Tunggu... Penulis - aktivis sosial kemasyarakatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Siak, Tegak di Halaman Syarak dan Tepian Adat

17 September 2020   14:28 Diperbarui: 17 September 2020   14:31 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Calon orang siak yang sedang mengaji secara halaqah di Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua, Kabupaten Padang Pariaman. (foto dok facebook ponpes madrasatul 'ulum)

Yang jelas, mufti dan Tuanku Kadhi juga orang siak di tengah masyarakat. Mereka dipakai dan punya kedudukan dalam acara-acara yang berhubungan dengan adat dan syarak dalam masyarakat salingka nagari.

Tuanku Kadhi juga disebut sebagai induk semang labai. Seluruh labai, baik yang bersifat labai nagari maupun kaum, berinduk ke Tuanku Kadhi dalam sebuah nagari.

Tetapi, di VII Koto Sungai Sariak, sedikit berbeda. Yang menjadi bawahan Tuanku Kadhi itu adalah labai nagari. Sementara, labai nagari ini membawahi seluruh labai-labai yang ada di kaum masing-masing dalam satu nagari.

Labai nagari punya kedudukan khusus di Masjid Raya atau masjid nagari yang disebut sidang Jumat. Masjid Raya hanya ada satu dalam setiap desa dulunya. Kalau pun ada dua atau tiga masjid karena banyaknya masyarakat dan luasnya nagari, yang namanya Masjid Raya atau sidang Jumat tetap satu.

Orang kampung bilang, Masjid Raya itu adalah pusek jalo pumpunan ikan. Gantiang putuih, biang tabuak. Ketika persoalan nagari di bawa dalam sidang Jumat, maka tak ada persoalan itu yang tidak akan selesai. Semua orang siak duduk bersama dengan niniak mamak, cadiak pandai dan pemerintahan nagari, memutuskan bagaimana jalan terbaik dalam kasus yang tengah di bicarakan.

Sebagai orang yang didahulukan selangkah ditinggikan seranting di tengah masyarakat, orang siak, seperti imam, khatib, labai, bilal, mufti, Tuanku Kadhi diberikan beberapa tumpak sawah dan ladang, untuk sumber kehidupannya berkeluarga.

Di kampung di sebut sebagai sawah abuan. Selama dia memegang jabatan tersebut, dia mempunyai tanggungjawab untuk membuat sawah yang menjadi milik masyarakat itu. Makanya, setiap surau kaum atau surau korong punya yang namanya sawah wakaf. Dan sawah itulah yang menjadi sumber kehidupan para orang siak yang tersebut tadi.

Meskipun tidak labai terkait yang mengolah sawah itu, semisal disewakan ke orang lain, tetap saja hasil sewanya labai yang mengambil. Begitu penting dan mulianya kedudukan orang siak di tengah masyarakat Padang Pariaman.

Apa yang disebut guru-guru dulunya; sebaik-baik untung adalah jadi orang siak, benar adanya. Kalau jadi orang siak, dunia dapat akhirat pun tercapai.

Pergeseran waktu, orang siak zaman dulu tidak lagi ditemukan saat ini. Orang siak dulu, selalu ada kain sarung, dan menyandang sehelai kain basahan. Meskipun dalam kesehariannya dia pakai celana, yang namanya kain sarung selalu disandangnya dalam mengikuti berbagai acara yang dilakukan di surau dan masjid.

Sekarang, orang siak seperti itu tak seberapa nampaknya lagi. Kalau pun ada, hanya sebagian kecil. Paling mereka yang tergolong orang siak tua-tua, yang masih hidup dan eksis sampai sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun