Mohon tunggu...
Adrian Susanto
Adrian Susanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku menulis, aku ada

pekerjaan swasta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mempersoal Pasal Penghinaan Agama dalam RKUHP

16 Oktober 2019   08:00 Diperbarui: 16 Oktober 2019   08:04 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tujuan dasar diadakannya hukum atau undang-undang adalah supaya kehidupan masyarakat  teratur sehingga tercapailah kehidupan yang harmonis. Di tengah masyarakat yang majemuk, seperti Indonesia ini, tentulah keberadaan hukum atau perundang-undangan yang selaras dengan tujuan dasar itu sangat dibutuhkan. Dengan produk undang-undang tersebut masyarakat akan dapat saling menghormati dan menghargai. Tentulah segala bentuk perbuatan yang bertentangan dengan hal tersebut akan mendapat sanksi hukum.

Demikianlah dengan kehadiran Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Seyogiyanya, produk hukum ini akan mengganti produk hukum yang berasal dari pemerintahan Belanda. Dapat dikatakan bahwa produk hukum pidana yang akan dihasilkan ini merupakan hasil karya anak bangsa. Dengan kata lain, kitab hukum pidana ini lahir dari pemikiran anak bangsa yang didasarkan pada situasi konkret bangsa Indonesia.

Satu poin yang dibahas dalam RKUHP ini adalah soal PENGHINAAN AGAMA. Sebagaimana diketahui, saat ini bangsa Indonesia mengakui adanya 7 agama resmi, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu dan Aliran Kepercayaan. Dapatlah dipastikan pasal penghinaan agama ini hendak mengatur masyarakat beragama untuk saling menghormati dan menghargai sehingga terciptalah kerukunan dan kedamaian, seklipun sebenarnya agama sudah mengajarkan umatnya untuk saling menghormati dan menghargai..

Akan tetapi, benarkah pasal-pasal yang membahas penghinaan agama sudah sesuai dengan harapan?

Pasal penghinaan agama dalam RKUHP terdapat dalam Bab VII "Tindak Pidana terhadap Agama dan Kehidupan Beragama". Bab ini terdiri dari 8 pasal (pasal 341 -- 348). Dari 8 pasal tersebut setidaknya ada 3 pasal yang sedikit bermasalah dalam penerapannya. Pasal-pasal itu adalah Pasal 341, 343 dan 346 ayat 2. Mari kita tinjau satu per satu.

Pasal 341 berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat penghinaan terhadap agama yang dianut di Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III."

Pasa ini akan menemukan masalahnya dengan umat islam pada umumnya, khususnya para pemuka agama islam. Akan ada pertentangan antara melaksanakan aqidah islam dengan hukum pidana ini. Sebagaimana diketahui, setiap pemuka agama, yang memiliki peran untuk mengajar, terpanggil untuk mewartakan ajaran agamanya. Nah, tentulah aturan hukum pidana ini akan membatasi ruang gerak ulama, ustadz, dai dalam mewartakan ajaran islam karena dapat dijerat dengan pasal ini. Alasannya karena ada beberapa ajaran islam yang menyinggung agama lain, yang dalam sudut pandang tertentu dapat dinilai sebagai bentuk penghinaan agama.

Sebagai contoh, ketika membahas surah an-Nisa 157, dimana dikatakan bahwa yang mati di kayu salib itu bukan Yesus tetapi orang yang menyerupai Yesus, bisa saja orang mengatakan bahwa orang kristiani sudah dibohongi kitab suci. Dan bukan tidak mungkin orang mencari pembenaran akan kebohongan itu dengan mengutip wahyu Allah dalam QS al-Maidah: 41, QS al-Araf: 157 dan QS al-Baqarah: 75 yang menyatakan bahwa Alkitab sudah dipalsukan. Akankah orang dipidana jika ia menyampaikannya di depan publik? Pemidanaan akan dapat dilihat sebagai kriminalisasi ulama atau agama. Mana mungkin orang dilarang menyampaikan ajaran agamanya kepada umatnya sendiri.

Kasus sama dapat dilihat pada kasus Ustadz Abdul Somad (UAS), hanya kasus UAS tak dapat dipidana karena ia menyampaikan aqidah islam secara tertutup. Namun satu hal yang pasti, bisa saja orang menyampaikan aqidah tersebut di hadapan banyak orang secara terbuka. Dasar ajarannya ada pada HS Muslim 24: 5250. Nah, akankah orang dipidana jika ia menyampaikannya di depan publik, padahal penyampaian itu merupakan wujud melaksanakan ajaran agamanya? Pemidanaan akan dapat dilihat sebagai kriminalisasi ulama atau agama. Mana mungkin orang dilarang menyampaikan ajaran agamanya kepada umatnya sendiri.

Ini baru dua contoh. Masih ada banyak lagi ajaran islam yang bersentuhan dengan agama lain, yang dalam kacamata tertentu dapat dinilai sebagai bentuk penghinaan agama. Akankah orang dipidana atau dihukum lantaran mewartakan ajaran agamanya kepada umatnya sendiri, padahal setiap orang beragama terpanggil untuk mewartakan ajaran agamanya itu.

Selain itu, bisa saja pelaku dan korbannya berasal dari agama islam sendiri. Misalnya, seorang muslim mengatakan kepada sesama islam yang mengenakan cincin emas atau pakaian warna kuning sebagai islam abal-abal. Pelaku mendasarkan pernyataannya pada Hadis Sahih Muslim. Bisa saja yang dikatakan abal-abal itu merasa tersinggung. Tapi apakah kasus ini dapat dipidana, padahal yang menyatakan itu sebenarnya hendak mengingatkan rekan islamnya akan aqidah islam. Atau, seorang muslimah (mungkin dari islam Safi'I atau Hanbali) dapat saja menghina muslimah lain (dari aliran Hanafi, misalnya) yang pakai jilbab tapi masih menampakkan wajah, apalagi rambut. Contoh paling tampak adalah kasus ketika NU memproklamirkan Islam Nusantara. Tak sedikit umat islam lainnya mencibir, bahkan menghina. Nah, apakah mereka-mereka ini dapat dipidana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun