Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tawuran Manggarai dan Tanggung Jawab Gubernur DKI Jakarta

5 September 2019   14:39 Diperbarui: 5 September 2019   14:58 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Tawuran di Manggarai (Sumber: Akis/JabarNews)

Kemarin, Rabu sore, tanggal 4 September 2019, kereta Commuter Line yang saya tumpangi tertahan di Cikini selama satu jam. Kereta tidak bisa masuk ke Stasiun Manggarai karena terjadi tawuran antar warga Manggarai dengan Menteng-Tenggulun. Kedua kelompok saling serang menggunakan batu, petasan dan senjata tajam. 

Tawuran itu mengakibatkan kemacetan lalu-lintas dan perjalanan kereta api pun terhenti. Warga yang ada disekitar pelaku aksi tawuran juga berlarian panik menghindari batu dan petasan yang dilempar oleh kedua belah pihak. Aksi itu tentu sangat merugikan masyarakat. Tawuran baru dapat dihentikan setelah aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke kedua belah pihak. 

Tawuran kemarin sore itu adalah kelanjutan dari tawuran sehari sebelumnya. Tawuran pada selasa dan rabu sore itu bukan kali itu saja terjadi, tapi sudah sering terjadi sejak puluhan tahun lalu. Tawuran di kawasan padat penduduk itu seperti sudah menjadi ritual bagi sebagian warga setempat.

Penulis sendiri pernah tinggal di Manggarai, meski tidak lama. Menurut penuturan warga setempat waktu itu, tawuran di Manggarai sudah terjadi sejak tahun 70-an. Ketika ditanya, mereka pun berdalih untuk membela diri dan melindungi harta-benda dari warga kampung sebelah. Menurut cerita warga setempat, tawuran disana bukan sekedar saling lempar batu, namun lebih dari itu, bahkan pernah terjadi penjarahan terhadap tempat tinggal pihak lawan.

Apa yang sesungguhnya terjadi? 

Menurut sosiolog Imam B. Prasodjo, di kawasan Manggarai-Pasar Rumput ada 35 geng anak muda. Pelaku tawuran adalah orang-orang yang secara ekonomi masih kekurangan dan tinggal di pemukiman kumuh. Sementara menurut pengamat psikolog forensik, Reza Indragiri, aksi tawuran tersebut terjadi karena adanya transaksi barang haram narkoba. Tawuran dijadikan sebagai alat untuk mengalihkan perhatian polisi.

Menurut penulis, warga kedua kampung tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya atas peristiwa tawuran yang sering terjadi, ada tanggung jawab pemerintah DKI Jakarta di situ.    

Warga di kedua kampung yang berada di pemukiman padat penduduk tersebut berlatar belakang ekonomi menengah-bawah. Sebagian besar bekerja di sektor informal, seperti berjualan, buruh bangunan, sopir tembak, tukang ojek, atau mengelola parkir di sekitar terminal dan stasiun Manggarai. Kondisi tersebut tentu berdampak pada warganya, terutama yang berusia muda yang sangat mudah tersulut emosinya.

Apapun penyebabnya, tawuran di Manggarai sudah berlangsung sejak lama dan merugikan banyak pihak, sehingga hal tersebut semestinya harus segera ditanggulangi agar tidak terulang lagi. 

Gubernur DKI Jakarta tidak bisa lepas tangan dan semestinya mencari solusi untuk mengatasi persoalan warganya itu. Sudah saatnya pemerintah hadir untuk membantu dan mengayomi warganya, sesuai dengan slogan "Maju kotanya bahagia warganya."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun