Mohon tunggu...
Adi Supriadi
Adi Supriadi Mohon Tunggu... Lainnya - Berarti Dengan Berbagi, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati. Success by helping other people

Activist, Journalist, Professional Life Coach, Personal and Business Coach, Author, Counselor, Dai Motivator, Hypnotherapist, Neo NLP Trainer, Human Capital Consultant & Practitioner, Lecturer and Researcher of Islamic Economics

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Buah Semangka Berdaun Sirih

20 Juli 2011   00:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32 3578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1311121079302406559

[caption id="attachment_120412" align="aligncenter" width="614" caption="Ilustrasi Google.com"][/caption]

Buah Semangka Berdaun Sirih, istilah menarik bukan, ya, pada Hari senin kemarin, 18 Juli 2011, sehari semalam saya tidak menulis dan tidak memposting apapun di Kompasiana, kebetulan sedang dalam perjalanan menggunjungi saudara yang sedang sakit di Garut, Saya hanya membaca komentar pembaca sambil tersenyum-senyum, banyaknya yang mengajak pertemanan di Kompasiana, Facebook dan Twiter disebabkan tulisan seseorang yang membahas tentang saya (ternyata hari ini ada lagi)

Sambil asyik membaca, saya mendengarkan lagu Broery yang selalu indah di telinga, mendengar lagu ini jadi teringat Bangsa Indonesia melalui cermin kecil bernama Kompasiana, coba Anda bayangkan, di Elit Politik, ketika bertemu mereka saling sapa, saling salaman, saling pelukan bahkan, tetapi ketika dibelakang saling menikam, menusuk dan menjerumuskan, demikian juga dengan Kompasiana, sebuah kota kecil miniatur Indonesia, ketika diacara pertemuan Ghatering semuanya saling sapa, senyum, salaman sangat akrab, tetapi ketika berpisah sudah mulai merancang “serangan” baru ke penulis yang tidak disukainya, dengan berbagai cara dengan satu tujuan “Pokoknya” penulis yang dibenci itu wajib keluar dari Kota Kompasiana tersebut.

Sekitar bulan Juni yang lalu saya mendapat Inbox dari seorang Kompasianer yang memberikan pesan begini kepada saya (maaf saya tidak bisa memberikan namanya)“ Mas,Jangan mudah percaya dengan simpati orang yang kadang “sok bijak” komentar di lapak mas. Karena kompasiana ini misterius. Banyak yang tiba-tiba nusuk dari belakang. Itu saya rasakan Ketika Ghatering Kompasiana. Banyak yang pura-pura masuk menemui saya, ternyata munafik dan menikam saya di sana sini” , inilah pengalaman salah seorang Kompasianer yang Alhamdulillah belum saya Alami, semoga saja tidak, mengapa? Karena cita-cita saya untuk Indonesia adalah membuat semua orang mengerti bahwa BANYAK BERBUAT adalah solusi terbaik buat bangsa ini ketimbang memperlihatkan Ego kita masing-masing dengan BERDEBAT. Istilah saya Makan Tuch Debat!

Coba kita simak sedikit bait syair lagunya Broery ini

Di Dalam Tidur, Di Dalam Doa, Di Dalam Mimpi…

Kita Bersama, Kita Bersatu, Bergandung Tangan…

Di Alam Nyata, Apa yang terjadi

BUAH SEMANGKA BERDAUN SIRIH

Aku Begini, Engkau Begitu…Sama Saja

Sepertinya memang begitu, Kebersamaan kita, kebersatuan kita seolah-olah sebatas retorika tulisan saja, atau retorika saat pertemuan Ghatering saja, karena ketika kembali ke laptop dan computer masing-masing , justru mempersiapkan pisau yang paling tajam untuk menusuk saudaranya ketika pertemuan.

Ada yang menarik saat Ghatering di Bandung, ketika seorang Kompasianer dengan menggebu-gebunyanya menyatakan dengan Menulislah dengan Ikhlas, dan Admin mengulang kalimat itu sebagai kalimat persetujuan, sejatinyapun Saya Setuju bahkan sangat setuju, hal ini sudah tertuang dalam tulisan “JADILAH SEBATANG POHON MANGGA “ dan “JADILAH BLOGGER YANG RIDHO”, tanpa harus menulis dengan bermaksud menyerang orang lain, padahal kita belum tahu kedalamannya seperti apa tentang dia, tapi sekali lagi itulah Indonesia, lihatlah saat pertemuan Partai Politik, wah…dilayar kaca Anda bisa melihat begitu ramahnya mereka saling menyapa dan berpelukan, tetapi diluar sana mereka, kembali ketempat mereka, mereka meningkatkan penyakit Iri Dengkinya, seperti itu pula warga kota bernama Kompasiana ini karena ini miniatur Bangsa.

Saya lanjut menuliskan lagu Broery ini :

Ibu bapak Mu, Ayah Bundaku Entah Kemana,

Ingin Bertanya Aku Tak Tahu, Pada Siapa…

Air mataku, Air Matamu Apalah gunanya

Engkau begitu, Aku Begini sama Saja

Menurut saya kita tidak perlu bertanya mengapa ini terjadi? Tidak perlu sama sekali, karena perbedaan itu sunnatullah, jangan memperbesar perbedaan dengan memaksakan komentar kita pada orang lain, dan juga jangan cengeng dengan marah-marah saat komentar kita dihapus, karena semua kita punya prinsip yang berbeda, saya lebih menekankan..mari kita berjalan dan berputar pada Orbit kita masing-masing, yang terpenting bagi bangsa ini adalah BERKARYA sehingga manfaat kita semakin banyak dirasakan orang lain.

Di Dalam Tidur , Di Dalam MimpiKita Berjanji…

Membuka Pintu, Membuka Jendela Bersama-Sama

Tapi lihatlah Apa yang terjadi…

Kita Slalu Berbeda Rasa…

Aku Begini…Engkau Begitu…

Sama Saja….

Soal bersama-samanya kita membangun bangsa kita ini, dengan cara memberikan apresiasi dan berfikir positif, sampai-sampai ada yang menemukan TEPUK SALUT sebagai penghargaan kepada mereka yang berprestasi, soal perbedaan rasa dan selera, bahkan cara sekali lagi itu Sunnatullah, kita boleh suka dan boleh tidak, kita boleh berkomentar dan juga boleh tidak berkomentar, kita boleh menghapus komentar dan juga boleh membiarkannya tetap ada, lihatlah itu sebagai sebuah bagian dari kebebasan dan demokrasi yang indah.

Ibu Bapakmu, Ayah Bundakuku Entah Kemana….

Ingin Bertanya, Aku Tak Tahu Pada Siapa….

Air mataku dan Air Mataku..Apalah Gunanya…

Engkau Begitu…Aku Begini…BIARKANLAH….

Cara terbaik adalah Membiarkan semuanya berjalan, tanpa perlu kita merasa terganggu, jika kita mendapat inspirasi untuk menulis, menulislah apapun bentuk tulisannya, mau itu melawan opini orang lain, mau membuat fiksi, mau puisi dan pantun, mau apapun, karena Kau Lebih Tahu Apa Yang Kau Mau, dan Akupun Tahu Apa Yang Aku Mau. Tidak perlu kita memaksakan,”Harusnya Anda menulis seperti ini lo, harusnya begitu lo, harus…harus harus….” Ah! Rasanya ga ada kerjaan jika kita terus berkutat dengan hal itu,

Menulislah apa yang ingin Kita tulis, tanpa harus melihat bagaimana orang lain menulis, jika kita ingin menentang sebuah opini orang lain, maka tulislah, jika ingin mendukung juga tulislah di sebuah Artikel yang terpisah dan ajaklah orang lain membaca tulisan kita, mengapa harus ditempat terpisah ??? Karena “Aku Begini Enkau Begitu”, artinya komentar Anda bisa dihapus kok, karena belum tentu sang penulis menerima prinsip-prinsip Anda. Cara bijaknya adalah BIARKANLAH….BIARKANLAH

Sebagai penutup saya mengingatkan sebuah kisah nyata Ikhwanul Muslimin di Mesir, ketika salah seorang murid Hasan AlBanna datang ke beliau mengadukan SAYYID QUTB yang SEKULER waktu itu, Sayyid Qutb menghujat Imam Syahid Hasan Al Banna disemua tulisannyaa di Media, “membantai” pemikiran-pemikiran Hasan Al Banna, Anda tahu Jawaban Imam Syahid Hasan AlBanna? Mau Tau? He..he (Jadi mirip Ust Maulana nich).

Jawaban Imam Syahid Hasan AlBanna adalah Biarkanlah, Jangan dilayani, suatu saat kelak yakinlah Sayyid Qutb akan kembali ke jalan yang lurus (Islam Kaffah).

Subhanallah, tidak berapa lama Sayyid Qutb berhenti menjadi Sekuler, menjadi garda terdepan mengembalikan ummat Islam kepada jalan yang lurus, dan menyusul IMAM SYAHID HASAN AL-BANNA menjadi SYUHADA.

Masihkah kita mau berkutat dan sibuk mengurusi BUAH SEMANGKA BERDAUN SIRIH? Jika ya silahkan saja dan itulah adanya Anda, dan saya tidak , untuk itu….. Aku Begini Engkau Begitu…BIARKANLAH.

Bandung, 20 Juli 2011

Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhan (Adi Supriadi), Direktur Rabbani Hamas Institute Indonesia, dapat dihubungi 085860616183 / 081809507764 / YM : assyarkhan / FB : adikalbar@gmail.com / Twitter : @assyarkhan / GoogleTalk : adikalbar / Skype : adikalbar / PIN BB : 322235A9

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun