Mohon tunggu...
adiska putri
adiska putri Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2019, Universitas Muhammadiyah Malang

Mari berbagi cerita dan ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hoaks di Tengah Pandemi

19 Juni 2021   19:10 Diperbarui: 19 Juni 2021   19:47 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media massa kini sedang terserang penyakit. Penyakit ini tidak berasal dari virus pandemi yang beredar, tetapi penyakit ini timbul dari sampah informasi yang bertebaran secara masif tanpa verifikasi dan konfirmasi. Informasi yang menyimpang selalu datang silih berganti ditengah tengah masyarakat. Sampah informasi yang hampir mendarah daging di kalangan masyarakat yaitu hoax.

Hoax merupakan berita palsu atau bohong yang merekayasa informasi dari berita sebenarnya yang direkaya dan tanpa ada konfirmasi kebenarannya. Hoax adalah salah satu trend terburuk yang pernah tercatat dalam sejarah penggunaan media sosial. Berita hoax yang beredar bertujuan untuk menipu pembacanya agar terpedaya dan percaya oleh berita palsu tersebut.

Di era internet seperti ini, hoax dengan mudah masuk di tengah-tengah masyarakat melalui sosial media dan aplikasi komunikasi yang sering kita pakai. Menurut data Kemenkominfo menyebutkan bahwa di Indonesia ada sekitar 800.000 situs yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Kemenkominfo menyebut bahwa internet telah disalah gunakan oleh oknum tertentu untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya dengan cara menyebarkan berita palsu dan konten-konten negatif yang menimbulkan keresahan dan dicurigai di masyarakat. 

Di masa pandemi Covid-19 ini, banyak sekali berita hoax yang sering meresahkan masyarakat.

Padahal virus pandemi ini sudah sangat membuat masyarakat resah dan gelisah, tetapi ada saja oknum yang sengaja menyebarkan berita simpang siur tersebut agar menambah rasa cemas masyarakat dalam menghadapi virus Covid-19 ini.

Contoh kasus hoax yang menggegerkan sosial media akhir-akhir ini yaitu mengenai Vaksin Covid-19 yang mengandung mikrocip magnetis. Narasi tersebut muncul di dalam sebuah video yang beredar di sosial media pada beberapa saat lalu. Di dalam unggahan video tersebut menunjukkan seseorang yang meletakkan uang koin Rp.1.000 di lengan bekas suntikan Vaksinasi Covid-19. Hasilnya koin tersebut menempel dan seolah-olah membuktikan bahwa narasi Vaksin Covid-19 yang mengandung mikrocip magnetis itu adalah benar.

Pihak Kemenkes menyatakan bahwa berita diatas merupakan hoax. Karena vaksin mengandung bahan aktif dan non aktif, dimana bahan aktif tersebut berisi antigen dan bahan non aktif berisi zat untuk menstabilkan, menjaga kualitas vaksin agar saat disuntikan masih baik. Kemenkes juga menyatakan bahwa logam dapat menempel di permukaan kulit yang lembab dan biasanya disebabkan oleh keringat. Pecahan uang logam seribu rupiah terbuat dari bahan nikel, dan nikel bukanlah bahan yang bisa menempel karena daya magnet.

Berita hoax yang beredar di tengah pandemi seperti ini memang sengaja di sebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, agar masyarakat percaya dan tidak mengikuti arahan protokol kesehatan yang telah dibuat oleh Pemerintah.

Penyebaran berita bohong atau hoax di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU No. 40 Tahun 1999) dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU No. 32 Tahun 2002). Khusus untuk penyebaran berita hoax yang dilakukan oleh lembaga pers diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 40 Tahun 1999. Dalam pasal tersebut mengatur peran pers nasional dalam melaksanakan pengembangan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Akan tetapi pelanggaran berupa penyebaran berita hoax merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik.

Isi dari pasal 4 Kode Etik Jurnalistik adalah berita bohong diartikan sebagai berita yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Penyelesaian mengenai pelanggaran kode etik tersebut dilakukan oleh Dewan Pers yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya Kode Etik Jurnalistik. 

Dengan demikian penyebaran berita bohong oleh lembaga pers bukanlah suatu tindak pidana. Sedangkan isi dari Pasal 36 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2002 yang khusus membahas penyebaran berita bohong, melarang lembaga penyiaran untuk menyiarkan berita yang mengandung kebohongan. Bagi lembaga penyiaran yang menyiarkan siaran yang mengandung kebohongan akan dikenakan pidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun