Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Grobogan, sejak lama dikenal sebagai pusat dakwah Islam di pedesaan. Pada awal abad ke-20, sosok yang sangat berpengaruh dalam perkembangan keislaman di sana adalah KH. Muhammad Nur Nashuha bin KH. Syihabudin bin KH. Khatibanon, ulama kharismatik yang alim, zuhud, serta memiliki dedikasi tinggi terhadap pendidikan dan dakwah. Sejak muda, beliau menempuh perjalanan panjang menimba ilmu di berbagai pesantren terkemuka dan berguru pada ulama besar Nusantara, termasuk KH. Kholil Bangkalan, hingga sempat melanjutkan pendidikan ke tanah Arab. Bekal ilmu dan pengalaman tersebut menjadikan beliau memiliki keluasan wawasan dan kedalaman spiritual yang kemudian diwujudkan melalui pendirian pesantren di Desa Selo.
Pionir Pendidikan
KH. Nashuha merintis sistem pendidikan berbasis pesantren yang kelak menjadi embrio lahirnya Yayasan Sunniyyah. Beliau membagi pendidikan ke dalam dua jenjang: Ibtidaiyyah (Dasar): fokus pada Al-Qur'an, tajwid, fikih, akidah, dan dasar bahasa Arab dan Menengah: pengajaran kitab-kitab klasik (tafisr, hadis, ushul fiqh, nahwu, sharaf, tasawuf). Metode pengajaran yang beliau gunakan adalah sorogan dan wetonan, yang menekankan kedekatan guru-murid. KH. Nashuha dengan tegas menolak sistem klasikal ala sekolah Belanda, sebagai bentuk resistensi kultural terhadap kolonialisme. Pesantren beliau tidak hanya menjadi pusat ilmu, tetapi juga benteng identitas Islam dan kemandirian umat.
Warisan yang Diteruskan
Sepeninggal beliau sekitar tahun 1934 M, perjuangan itu tidak berhenti. Murid-murid dan generasi penerus, seperti KH. Hasyim di Selo, kemudian mengembangkan pendidikan lebih sistematis melalui madrasah. Bersama tokoh masyarakat, KH. Hasyim mendirikan Madrasah Salafiyatul Huda, yang menjadi cikal bakal Yayasan Sunniyyah.
Hubungan dengan Ulama Besar
KH. Nashuha dikenal bersahabat dekat dengan KH. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), bahkan pernah menjadi teman mondok. Dalam sebuah pertemuan di Ngledok, KH. Hasyim menyampaikan dawuh dari KH. Kholil Bangkalan tentang amanah mendirikan jam'iyyah yang kelak dikenal sebagai NU. KH. Hasyim meminta pandangan KH. Nashuha, dan beliau menyambutnya dengan dukungan penuh, meski memilih tidak masuk struktur kepengurusan. Dukungan ini menunjukkan peran beliau sebagai saksi dan pendukung lahirnya NU.
Karomah dan Keistimewaan
Selain sebagai pendidik dan pendakwah, KH. Nashuha juga dikenal memiliki karomah. Menurut cerita Kyai Mahalli Selo, beliau tidak bisa difoto; hasil potret yang diambil selalu kosong atau buram. Banyak kisah lain yang diceritakan turun-temurun, yang semakin menguatkan keyakinan masyarakat akan kemuliaan dan ketawadhu'an beliau.
Jejak dan Inspirasi
Warisan KH. Muhammad Nur Nashuha tidak hanya berupa pesantren dan Yayasan Sunniyyah, tetapi juga jaringan murid yang tersebar di berbagai daerah Nusantara. Beliau dikenang sebagai pendidik sejati, penggerak dakwah, sahabat ulama besar, serta penjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah. Nama beliau tetap hidup dalam ingatan masyarakat sebagai ulama yang membangun peradaban ilmu, mengokohkan dakwah Islam, sekaligus menjadi inspirasi generasi penerus untuk menjaga dan mengembangkan nilai-nilai Islam rahmatan lil 'alamin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI