Mohon tunggu...
Adip Habibi
Adip Habibi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kembali ke Al-quran dan As-sunnah, tapi . . .

12 Juli 2017   23:18 Diperbarui: 12 Juli 2017   23:33 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Penulis pikir semua orang islam tahu jika sumber hukum agama islam adalah al-quran dan as-sunnah. Semua persoalan yang berkaitan dengan agama memang bersumber dari al-quran dan as- sunnah hingga dewasa ini begitu populer slogan " kembali ke al-quran dan as- sunnah". Slogan yang sangat ampuh dan mampu membumikan syariat agama atau minimal membuat masyarakat sediit berpikir akan hal itu. Namun apabila kita cermati lebih lanjut, slogan itu mengandung kelemahan atau bahkan dapat membahayakan ummat. Alih-alih membumikan syariat agama islam dengan mengembalikan semua persoalan agama ke sumber asalnya.

Namun sebenarnya telah bermain-main terhadap hal yang sangat beresiko. Bagaimana tidak, sebuah slogan yang hanya berupa ajakan tanpa dipaparkan cara pelaksanakannya. Bagaimana ummat mengetahui cara kembali ke al-quran dan as-sunnah jika slogannya hanya berbunyi " kembali ke al-quran dan as-sunnah" saja.

Tentu tidak ada salahnya merevisi, menambah atau mengurangi slogan yang terlanjur populer selama mampu mengemukakan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Alasan inilah yang akan penulis kemukakan dengan merevisi slogan menjadi " kembali ke al-quran dan as-sunnah melalui ulama". 

Tambahan "melalui ulama" adalah cara/metode yang digunakan untuk memahami sumber utama agama islam. Hal ini menjadi sangat beralasan mengingat lafadz al-quran yang turun sejak 1400 tahun yang lalu tidak lantas dapat dipahami sebelum dijelaskan dan dipraktekkan oleh nabi atau yang dikenal sebagai as-sunnah. Al-quran dan as-sunnah saja masih belum cukup untuk menjawab semua persoalan keagamaan. 

Konon khalifah pertama (Bakar as-Shidiq) ketika menemukan permasalahan maka langsung merujuk ke al-quran dan apabila tidak ditemukan merujuk ke as-sunnah dan apabila masih tidak menemukan jawaban maka Ia mengumpulkan umat  dan menanyakan apakah rasulullah pernah memutuskan masalah itu. 

Demikian juga khalifah kedua, ketika Umar dihadapkan pada sebuah persoalan maka seketika itu Ia mengumpulkan orang-orang dan menanyakan apakah Abu Bakar pernah menjawab persoalan itu. tradisi seperti ini diteruskan hingga masa kepemimpinan Utsman dan Ali radhoallahu 'anhum ajmai'n. Tradisi ini adalah isyarat bagi umat islam dewasa ini agar membiasakan untuk merujuk kepada ulama terlebih dahulu sebelum pada akhirnya benar-benar kembali ke al-quran dan as-sunnah.

Masyarakat awam bukanlah ahli agama yang mampu memahami ayat-ayat al-quran dan as-sunnah. Mereka perlu bimbingan para ahli agama yang banyak membaca dan menelaah buku-buku ulama supaya tidak keliru dalam menjalankan agamanya. Ahli agama pun juga tidak lantas dapat semena-mena merujuk langsung ke al-quran dan as-sunnah sebelum terlebih dahulu merujuk pendapat-pendapat ulama. 

Menjawab persoalan agama seyogyanya terlebih dahulu merujuk kepada buku-buku ulama sebelum pada akhirnya benar-benar kembali kepada al-quran dan as-sunnah. Hal itu adalah etika ilmiah yang telah diajarkan oleh para sahabat nabi disamping sebagai bentuk rasa hormat terhadap pendahulu (salafuna as-shaleh) yang telah digambarkan langsung oleh Nabi sebagai masa terbaik yang melahirkan ulama-ulama hebat yang diakui kedalaman dan keluasan ilmunya hingga sekarang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun