Mohon tunggu...
Bayu Adi Persada
Bayu Adi Persada Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lifetime Educator. Seasonal Traveler. Juventus Fanatic. Professional Wanderer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teladan Sejati pada Sosok KH. Noer Alie

27 Oktober 2012   23:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:19 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13513818001827142291

Dewasa ini kita seperti kekurangan figur untuk diteladani. Figur yang mampu memberikan contoh yang baik, inspirasi untuk berbuat sesuatu, dan semangat yang tak terbatas. Kita hampir tak bisa melihat sosok seperti itu pada elit politik di pemerintahan saat ini. Justru kita kerap dibuat kecewa dengan tingkah laku dan perbuatannya yang seringkali mencederai arti kepercayaan.

Meski demikian, pada dasarnya negara ini tak pernah kekurangan stok orang-orang hebat yang tulus berjuang bagi bangsanya. Jika kita membuka lembaran sejarah, tinta emas menuliskan kisah hidup seorang mulia pada sosok KH Noer Alie.

[caption id="attachment_213434" align="aligncenter" width="316" caption="KH. Noer Alie"][/caption]

KH Noer Alie lahir pada tahun 1914 di Kampung Ujungmalang, Kewedanan Bekasi, Kabupaten Meester Cornelis, Keresidenan Batavia. Ia adalah sosok panglima, pemimpin agama, guru, dan politisi yang berperan penting dalam usaha bangsa Indonesia mencapai dan mempertahankan kemerdekaan. Ia turut berjuang dengan ilmu, tenaga, pikiran, dan raganya melawan kesewenang-wenangan penjajah Belanda.

Anak seorang petani ini berusaha keras untuk mencapai mimpinya, sekolah di Mekah Al Mukarromah. Ia mesti berhutang pada majikan ayahnya untuk biaya perjalanan mencari ilmu yang bermanfaat.

Noer Alie muda tergerak untuk berbuat sesuatu pada bangsanya ketika dihina oleh teman-teman sejawatnya di Mekah. Mereka mencibir bagaimana Belanda, sebuah negara kecil dan miskin pada saat itu di Eropa, bisa menjajah Indonesia bertahun-tahun. Dengan kuasa yang tak terbatas, mereka menjarah sumber daya alam dan menyiksa penduduk.

Ia pun marah lalu memutuskan menghimpun para pelajar Indonesia khususnya dari Betawi untuk memikirkan cara terbaik mengusir penjajah dari nusantara. Noer Alie diangkat menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Betawi di Mekah tahun 1937. Dalam organisasi itu, ia menyebarkan pemikiran tentang nasionalisme untuk mengajak rekan-rekannya berjuang dengan tenaga dan pikiran demi bangsa dan negara.

Noer Alie mendirikan pesantren di Ujungmalang sekembalinya ke tanah air. Ia ingin mewakafkan ilmu yang didapatnya di tanah suci demi berkembangnya ajaran Islam di Batavia. Dalam pesantren itu, Ia mengajak anak-anak dan remaja untuk belajar ilmu agama sebagai bekal kehidupan di dunia dan akhirat.

Sebulan setelah Indonesia merdeka, tepatnya tanggal 19 September 1945, Noer Alie mengerahkan massa untuk hadir di Rapat Raksasa di Lapangan Ikada Jakarta. Saat itu, Noer Alie menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah Cabang Babelan.

Noer Alie punya jasa besar pada bangsa saat mempertahankan kemerdekaan. Selain berjuang dengan ilmu dan pemikiran, Ia juga mempertaruhkan jiwa dan raga ketika berperang melawan tentara sekutu di Batavia.

Pertempuran melawan sekutu pecah di tanggal 29 November 1945. Pasukan rakyat yang dipimpin Noer Alie berhasil mendesak mundur pasukan Sekutu dengan serangan mendadak. Namun, situasi berbalik. Dengan strategi yang tepat, pasukan yang lebih banyak, dan senjata yang lebih lengkap, pasukan Sekutu memojokkan pasukan rakyat saat sedikit lagi mencapai kemenangan. Noer Alie memutuskan untuk memerintahkan pasukan agar mundur ke Jembatan Sasar Kapuk, Pondok Ungu, Bekasi.

Pembunuhan keji oleh Belanda pada sekitar 400 orang di Rawagede membuat Noer Alie makin geram dengan sepak terjang penjajah tersebut. Peristiwa ini kemudian juga membangkitkan semangat rakyat untuk bergabung dengan MPHS (Markas Pusat Hisbullah - Sabillah) yang didirikan Noer Alie.

Dengan anggota 600 orang, pasukan MPHS yang dikomandoi Noer Alie berpindah-pindah antara Karawang dan Bekasi, melalui kampung-kampung kecil untuk menyerang pos-pos pasukan Belanda secara gerilya. Itulah yang membuat Noer Alie digelari Singa Karawang Bekasi. Ada juga yang menyebutnya Belut Putih karena kegesitannya hingga sulit sekali ditangkap oleh musuh.

Dalam perjuangannya, Ia tidak pandang bulu untuk melindungi semua warga. Ia sangat melindungi masyarakat Tiong Hoa yang non Muslim dari penjajah Belanda. Hal ini yang menjadikan Noer Alie sangat terkenal di semua kalangan masyarakat, baik Muslim maupun tidak, karena sikap tolerannya yang luar biasa.

Noer Alie mendedikasikan hidupnya untuk berjuang di bidang politik, pendidikan, dan sosial. Ia diberikan amanah sebagai Ketua Masyumi Cabang Jatinegara, nama Kota Bekasi saat itu, pada 19 April 1950. Peran politiknya sangat berpengaruh. Ia adalah salah seorang tokoh yang mencetuskan lahirnya Kabupaten Bekasi.

Ia juga mendirikan Yayasan Pesantren At-Taqwa di Kampung Ujungmalang, kini Ujung Harapan, yang bertujuan untuk memelihara ukhuwah Islamiyah dan mengembangkan ajaran Islam. Kini, sudah ada lebih dari 50 cabang pesantren At-Taqwa. Sungguh sebuah dedikasi yang tiada bertepi bagi seorang pejuang hebat dalam diri Noer Alie.

Berkat jasanya yang begitu besar pada perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, pemerintah Indonesia menganugerahi gelar Pahlawan Nasional pada KH. Noer Alie pada 9 November 2006. Pemerintah menghormati jasa-jasa beliau dengan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana. Sampai sekarang, masyarakat Bekasi-Karawang masih terus mengenang dan menghormati sosok mulia beliau.

---

Dari kisah singkat KH. Noer Alie tersebut, kita belajar bahwa manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Beliau tak lelah berjuang demi kemerdekaan bangsa dan negara serta mensejahterakan masyarakatnya.

Sosok KH Noer Alie memberikan kita teladan bagaimana sejatinya kita bersikap dalam mengisi kemerdekaan Indonesia yang diraih dengan susah payah, bersimbah keringat dan darah. Sebagai generasi penerus, sudah semestinya kita optimis pada negara ini. Optimis yang berujung pada sebuah aksi konkrit untuk mengusahakan kebaikan sekecil mungkin pada bangsa dan negara.

Banyak yang bisa kita lakukan karena terlalu banyak masalah di negara ini yang tidak mungkin diselesaikan oleh pemerintah sendiri. Kini, menjadi pahlawan tidak perlu berperang mengangkat senjata. Menjadi pahlawan bisa dilakukan dengan hal-hal sederhana yang dapat mengubah hidup sesama menjadi lebih baik.

Selamat Hari Pahlawan. Mari tumbuhkan rasa kepahlawanan pada diri demi masa depan bangsa dan negara.

sumber:

  1. Tragedi Rawa Gede
  2. KH. Noer Alie 1
  3. KH. Noer Alie 2

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun