Mohon tunggu...
Adi Novendra Putra
Adi Novendra Putra Mohon Tunggu... Teknik Informatika 22 - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Teknik Informatika 22 - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Standarisasi IT Perusahaan, Solusi Jitu atau Mamoth Birokrasi yang Membebani

8 Mei 2025   17:46 Diperbarui: 8 Mei 2025   17:46 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tata Kelola dalam Perusahaan (Sumber: Generated by AI)

Standarisasi IT Perusahaan -- Solusi Jitu atau Mamoth Birokrasi yang Membebani?

Sebagai pakar IT Governance, saya menyambut baik usaha akademis seperti artikel "Managing In-Company IT Standardization: A Design Theory" yang mencoba meramu kerangka teoretis untuk mengelola standar IT internal. Namun, setelah menyelami delapan prinsip desain dan proposisi yang ditawarkan, saya malah tergerak mengajukan pertanyaan provokatif: Apakah standarisasi IT seperti ini benar-benar menyelesaikan masalah, atau justru menciptakan monster birokrasi yang memakan waktu dan sumber daya sambil memadamkan inovasi?

Obses pada Kepatuhan yang Tak Realistis

Prinsip seperti penunjukan badan pengawas khusus (DP1) bertujuan memperkuat control dan kualitas layanan . Menurut teori organisasi, struktur semacam ini memang dapat meningkatkan akuntabilitas, tapi realitanya? Di banyak perusahaan menengah ke bawah, menambah lapisan manajemen hanya memicu politik internal, konflik wewenang, dan beban administrasi. Bukannya menciptakan kepatuhan sukarela, prinsip ini cenderung melahirkan "compliance theater"---kegiatan formalitas yang tampak produktif tapi sebenarnya jauh dari tujuan efisiensi biaya atau peningkatan fleksibilitas .

Siklus Hidup Standar: Ideal vs. Praktis

Model siklus hidup standar (DP2) yang meliputi inisiasi, implementasi, penggunaan, hingga pensiun, tampak rapi di atas kertas . Namun dalam prakteknya, berapa perusahaan benar-benar mengelola "pensiun" untuk standar usang? Standar seperti WebSphere atau SharePoint sering mendekam selama dekade, nyaris tak pernah di-"retire," hingga menimbulkan tumpukan obsolete artifacts dan teknis hutang yang lebih parah. Bukankah lebih cerdas jika kita fokus ke platform cloud yang terus memperbarui diri secara otomatis, alih-alih standar in-house yang cepat usang?

Insentif & Sanksi: Pedang Bermata Dua

Menyelaraskan tujuan pengguna dan organisasi lewat insentif atau sanksi (DP3) adalah formula klasik . Namun memberi bonus karena "mengadopsi" standar tertentu sama artinya dengan memaksa tim untuk mengikuti prosedur---tidak peduli apakah prosedur itu relevan untuk proyek mereka. Akibatnya, banyak insinyur TI yang menjadi "robot birokrat," mengikuti checklist alih-alih mencari solusi inovatif. Bukankah semangat inovasi justru dihambat ketika kita menggaji kepatuhan?

Respons Cepat pada Perubahan Teknologi: Kalimat Indah, Langkah Molor

Prinsip DP4 menekankan antisipasi dan respons cepat terhadap perubahan teknologi. Pada kenyataannya, siklus persetujuan standar yang panjang---dari rapat komite, revisi dokumen, hingga sosialisasi---membuat organisasi bereaksi lambat terhadap tren seperti AI dan microservices. Sementara startup gesit bisa meluncurkan layanan dalam hitungan minggu, perusahaan yang "menggebu-gebu" menjalankan DP4 sering tertatih menyesuaikan standar internal yang ketinggalan zaman.

Komunikasi Proaktif: Apakah Efisien atau Overkill?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun