Mohon tunggu...
Adinda Wulan Ayu Saputri
Adinda Wulan Ayu Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Saya Adinda Wulan Ayu Saputri, mahasiswa jurusan Ekonomi Pembangunan yang aktif dalam berorganisasi dan memiliki semangat untuk mencari pengalaman baru. Dengan ketertarikan dalam analisis data, saya telah terlibat dalam proyek-proyek yang mendukung pengambilan keputusan berbasis data di kampus. Saya juga dikenal mudah beradaptasi dengan hal baru dan mampu belajar dengan cepat, yang memungkinkan saya untuk berkontribusi secara efektif dalam berbagai situasi. Dengan kombinasi keterampilan analitis dan kepemimpinan, saya berkomitmen untuk terus belajar dan berkembang dalam bidang ini dan juga terbuka untuk bidang yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Angin Perang Dagang Kian Kencang: Mampukah Ekspor-Impor Indonesia Bertahan di Tengah Ketidakpastian Global?

28 April 2025   23:02 Diperbarui: 28 April 2025   23:02 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketegangan geopolitik dan perang dagang yang terus memburuk, khususnya antara Amerika Serikat, Tiongkok, dan negara-negara mitra strategis, semakin memperkeruh iklim perdagangan dunia. Di tengah ketidakpastian ini, muncul pertanyaan besar: mampukah ekspor-impor Indonesia bertahan?

Menurut teori small open economy (Obstfeld & Rogoff, 1996), negara dengan ekonomi terbuka seperti Indonesia sangat rentan terhadap gejolak eksternal. Ketergantungan pada pasar global membuat fluktuasi ekspor-impor tidak bisa dihindari. Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2024) menunjukkan bahwa total ekspor Indonesia pada kuartal pertama 2024 mengalami penurunan 5,6% secara tahunan (year-on-year), sementara impor turun 4,1%. Ini menandakan tekanan nyata dari ketidakpastian global terhadap neraca perdagangan kita.

Namun, bukan berarti peluang tertutup sepenuhnya. Salah satu kekuatan Indonesia terletak pada sektor komoditas. Produk seperti batu bara, CPO, dan nikel masih menjadi andalan. Bahkan, di tengah perlambatan global, permintaan untuk komoditas mineral strategis tetap tumbuh, didorong oleh transisi energi hijau dunia (IEA, 2024). Diversifikasi pasar tujuan ekspor ke negara-negara non-tradisional seperti India, Afrika, dan Timur Tengah juga menjadi langkah penting yang telah mulai dijalankan pemerintah melalui berbagai perjanjian dagang seperti Indonesia--United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUAE-CEPA).

Dari sudut teori Trade Diversification, semakin beragam tujuan dan produk ekspor sebuah negara, semakin kecil dampaknya terhadap guncangan eksternal (Cadot et al., 2011). Ini menunjukkan bahwa untuk bertahan, Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan komoditas primer, tetapi juga harus mendorong ekspor manufaktur bernilai tambah seperti produk elektronik, otomotif, dan alas kaki.

Selain itu, penting juga memperhatikan faktor ketahanan dalam rantai pasok global. Mengutip World Bank (2024), disrupsi logistik pasca pandemi COVID-19 dan konflik global membuat banyak negara mulai mengedepankan prinsip resilient supply chains. Indonesia harus menangkap peluang ini dengan memperbaiki infrastruktur logistik, memangkas biaya ekspor, dan mempercepat transformasi digital pelabuhan.

Tetapi, tantangan internal tidak kalah besar. Ketergantungan pada pasar tradisional seperti Tiongkok dan Amerika Serikat masih tinggi. Misalnya, pada 2023, sekitar 35% ekspor nonmigas Indonesia masih bergantung pada dua negara tersebut (BPS, 2023). Tanpa diversifikasi yang agresif, risiko perlambatan ekonomi di negara-negara utama ini akan berdampak signifikan pada neraca perdagangan nasional.

Dari sisi impor, penurunan permintaan barang modal dan bahan baku berisiko memperlambat aktivitas industri dalam negeri, yang ujungnya menggerus pertumbuhan ekonomi. Maka, pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara menjaga stabilitas ekspor-impor dan memperkuat substitusi impor strategis di sektor industri prioritas.

Singkatnya, Indonesia bisa bertahan di tengah angin perang dagang global  bahkan tumbuh lebih kuat  asalkan berani mempercepat diversifikasi pasar dan produk, memperbaiki rantai pasok, serta membangun kekuatan industri domestik. Dalam dunia yang semakin tidak pasti, ketangguhan dan kelincahan (resilience and agility) menjadi kunci utama.

Sumber:

  • BPS. (2023, 2024). Statistik Ekspor dan Impor Indonesia.

  • Obstfeld, M., & Rogoff, K. (1996). Foundations of International Macroeconomics. MIT Press.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Politik Selengkapnya
    Lihat Politik Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun