Mohon tunggu...
R Adin Fadzkurrahman S.IP
R Adin Fadzkurrahman S.IP Mohon Tunggu... Ilmuwan - Kendal, Jawa Tengah

Seyogyanya saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesugihan Gaib, Sebuah MOU, dan Bahayanya

16 November 2017   09:24 Diperbarui: 16 November 2017   09:43 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai masyarakat yang masih memegang teguh terhadap ajaran leluhur serta masih cukup kental dengan budaya-budaya tradisional yang dianggap masyarakat modern sebagai suatu hal mistis, masyarakat Indonesia khususnya jawa pasti taka sing lagi dengan kata "Pesugihan", sebenarnya apa sih pesugihan itu?

Pesugihan adalah upaya memperoleh kekayaan secara instan dengan bekerjasama atau melakukan perjanjian terhadap makhluk yang berasal dari alam gaib, dan dari hasil perjanjian tersebut adalah sesuatu hal yang mutlak yang harus ditepati mengingat karakteristik penduduk dunia tak kasat mata bersifat "care"kalau bahasa gaulnya artinya mereka selalu ingat dan mencatat apapun yang dijanjikan oleh sang "Aktor Pesugihan" dan pasti menggunakan tumbal.

Meminjam pendapat dari salah satu website pesugihanjawa.com "Istilah pesugihan sendiri berasal dari kata dalam bahasa jawa, yaitu "Sugih"  yang berarti kaya. Pesugihan berarti segala sesuatu yang menjadikan kaya". Akan tetapi kali ini saya akan mencoba membahas bagaimanakah pesugihan gaib beserta bahayanya, berdasarkan pengalaman saya yang didapatkan dari seseorang yang memahami dunia pesugihan yang tak dapat saya sebutkan identitasnya.

Konteks pesugihan dengan melakukan perjanjian dengan makhluk tak kasat mata pasti memiliki berbagai resiko yang harus ditanggung pada akhirnya oleh si Aktor Pesugihan dan itu adalah sesuatu yang sudah ditetapkan dalam perjanjiannya. Dalam proses pembuatan perjanjian sebenarnya si AP(Aktor Pesugihan) sudah mengetahui dan diperlihatkan bagaimanakah dampaknya setelah ia meninggal dan juga berikut dengan kesenangan yang akan didapatkan.

Akan tetapi keinginan untuk melakukan pesugihan dengan meninggalkan moralitas sebagai manusia nyatanya masih belum mampu menjadi proteksi bagi diri "AP", motivasi keinginan untuk  mendapatkan sesuatu dengan cepat telah mendorong keinginan untuk melakukan segala cara, dalam konteks pesugihan pastinya akan mengorbankan sesuai dengan MOU yang telah disepakati yang biasanya masyarakat modern menyebutnya sebagai nota kesepahaman dan banyak masyarakat yang mungkin sudah mengetahui pesugihan mengorbankan seseorang yang disayangi seperti anak, menurut narasumber X, tumbal pesugihan adalah biasanya yang dikorbankan anak pertama hingga ketigabaru kemudian orang lain.

Lalu bagaimanakah keadaan korban tumbal disana? Penulis tidak bermaksud mendahului kuasa tuhan, tapi korban tersebut dijadikan sebagai pembantu seperti tukang masak, abdi dhalem dan sebagainya disana dengan tidak mendapatkan bayaran, kalau istilah Kolonialismenya ya "kerja rodi", dan korban sebenarnya mendaatkan bayaran akan tetapi dalam rapat jejak pendapat dengan ratu pesugihan yang mungkin masyarakat sudah tau dan paham khususnya dijawa bayaran itu diberikan oleh sang AP.

Lalu apakah sudah lepas sang aktor dari tanggung jawab? Tentu tidak, hukum karma tetap berlaku terhadap sang AP, setelah ia berganti dunia didepan pintu telah bersiap siaga si korban untuk menuntut balas, dengan memukuli sang AP selama 40 Hari, kemudian sang AP dijadikan sebagai budak menurut narasumber X. dan itu adalah salah satu pengalaman saya yang saya rasa harus saya sampaikan kepada khalayak dan saya mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang pas atau tidak berkenan.

Salam Kompasianer.

Damai yo......... salam.......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun