Mohon tunggu...
Adim Piero
Adim Piero Mohon Tunggu... Pustakawan - Salik

Asal Cipeundeuy, Kec. Bantarujeg, Kab. Majalengka Mahasiswa Prodi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN SGD Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mahalnya Idealisme

3 Januari 2015   17:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:54 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai mahasiswa yang baru mengenyam pendidikan di bangku kuliah semester IV, saya baru mengenal istilah idealisme. Kata tersebut begitu membekas dalam ingatan saya dan harus dipegang bagi para generasi muda yang mayoritas belum terkontaminasi oleh beragam kepentingan apapun. Idealisme sendiri saat ini tengah di gadang-gadanglan sebagai salah satu konsep yang harus di perjuangkan mahasiswa. Bahkan bila sikap dan tindakan idealis ini diaplikasikan merupakan sesuatu sikap yang agung, memukau, sehingga sangat sulit ditemukan tandingannya.

Idealisme sendiri bila diartikan secara bahasa berasal dari dua kata yaitu ideal dan isme (paham). Idealisme memiliki tiga arti dalam KBBI, namun untuk bahasan ini, penulis kira definisi berikut yang lebih pas. Idealisme adalah hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Jadi dengan kata lain, idealisme sangat erat kaitanya dengan arti ideal bagi setiap orang atau kelompok.

Idealisme sendiri pada dasarnya adalah perubahan, terlepas dari apakah perbuahan itu baik atau buruk. Perubahan terjadi ketika tidak adanya kepuasan terhadap kondisi terkini, atau kesalahan atas suatu hal. Perubahan hanya dapat dilakukan ketika ada keberanian, dan Keberanian untuk melakukan perubahan adalah implementasi nyata dari idealisme.

Idealisme sendiri tumbuh secara perlahan dalam jiwa seseorang dan termanifestasikan dalam bentuk perilaku, sikap, ide ataupun cara berpikir, yang bersumber dari pengalaman, pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan. Bersikap Idealis, realistis maupun pragmatis, merupakan suatu pilihan bagi kita, khususnya mahasiswa. Bahkan ketiganya terkadang dilakukan.

Berbicara idealis dalam kondisi saat ini harus diakui pasti dihadapkan pada pro kontra. Karena memang idealisme sering berlawanan dengan konsep pragmatis. Akan tetapi kalau berkaca pada sejarah dan realitas yang ada, orang yang berpegang teguh dalam memperjuangkan idealismenyalah yang selalu dikenang dan menjadi inspirasi bagi setiap generasi.

Salah satunya contoh sikap Soe Hok Gie, yang kini menjadi buah bibir di kalangan mahasiswa hingga kini. Padahal pada kala itu ia berani melawan arus dan tak gentar dikecam maupun diancam. Ia rela diasingkan bahkan dikucilkan penguasa, hanya karena bersikukuh dalam memperjuangkan idealismenya.

Selain itu, dalam berbagai sumber tulisan yang pernah saya baca, banyak sekali tokoh yang memperjuangkan idelismenya. Sebut saja Marthin Luther, yang menentang geraja Khatolik Eropa. Saat itu banyak orang mencemoohkanya sabagai seorang yangidealis, dengan menafikan kenyataan di lapangan dan keamanan hidupnya sendiri. Namun dengan kekuatan idealismenya yang luar biasa, Marthin luther mampu melahirkan Gerakan Reformasi pada masa itu, dan tetap bertahan hingga hari ini.

Lalu potret lainnya idelisme yang dipegang Socrates. Ia sosok yang menganggap bahwa demokrasi Athena pada saat itu adalah demokrasi yang buruk, dan pemerintahan yang busuk serta korup. Atas pernyataan yang lantang disampaikan dan disebarluaskan itulah, ia dipaksa meneguk racun atas perintah senat Athena, sebagai bentuk hukuman karena telah menghina senat Athena. Padahal kerabat serta murid-muridnya telah mengingatkan agar tidak terlalu idealisme.

Lalu Presiden pertama Indonesia Soekarno, yang kita kenal sebagai Proklamator kemerdekaan Indonesia, sewaktu kecil dia sudah terbiasa disuguhkan dengan perbudakan kaum pribumi oleh penjajah. Namun ketika beranjak dewasa, dia mulai menyadari bahwa tindakan itu salah. Baru setelah itu, dia mulai mewalan arus, berjuang melawan penjajah. Walaupun dalam perjuanganya ia harus rela keluar masuk penjara, rela bertaruh tenaga, pikiran, harta dan nyawanya demi menggelorakan idealisme kebebasan untuk Bumi Pertiwi.

Itulah deretan contoh nyata yang dilakukan para pendahulu kita. Apakah kita mampu mengambil hikmah dari perjalanan mereka yang meneguhkan idealisme sampai hayat hidupnya? jawabanya ada pada diri kita masing-masing, sekuat apa kita menahan godaan dan cobaan. Maka kita akan menuai hasilnya kelak dikemudian hari.

Idelisme sendiri tidak hanya dimiliki oleh individu, tapi dimiliki juga oleh setiap sekelompok atau golongan. Tidak usah jauh-jauh kita bernostalgia dengan sejarah perjuangan idelisme, di kampus tercinta UIN SGD Bandung. Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam suatu himpunan, menganggap bahwa ada yang telah menggadaikan idealiame. Sekelompk orang tersebut rela tidak menunaikan kewajibanya sebagai insan akademis, rela berteriak-teriak kepanasan, turun aksi kejalan, hanya karena memperuangkan idealisme.

Kalau berbicaara logika, memang tidak masuk akal, ketika Soe Hok Gie, Soekarno, Marthin Luther, Socrates, serta sekarang sekelompok mahasiswa rela bertaruh tenaga, waktu dan pikiran, bahkan nyawa hanya karena memperjuangkan idealisme?Pertanyaanya apakah sebegitunya mahalnya idealisme? tentunya serangakain kisah tadi, telah terukir menjadi sejarah bagi kita semua.

Sehingga penulis menganggap Idealisme sendiri mahal harganya dan orang yang melakukannya akan menuai kebaikan di kemudian hari. Mari kita sebagai generasi penerus bangsa untuk mencoba dan melaksanakan idealisme itu sendiri meski sering dihadapkan pada beragam cobaan dan godaan yang dapat meruntuhkan Idealisme sendiri. Mumpung masih menjadi pelajar dan mahasiswa kita harus mencoba melakukannya. Karena ketika kita masuk dalam ruang kelompok tertentu semisal partai politik, Idealisme sangat sulit dilaksanakan karena akan berbenturan dengan beragam kebijakan yang tidak sesuai dengan hati nurani. Kalaupun kita mempertahankan idealiasme, maka resikonnya kita akan terlempar dalam percaturan politik bahkan dipecat dari kader partai. Jadi, mumpung kita mahasiswa kita harus bisa memegang teguh sikap dan kebijakan tersebut agar tetap kokoh dalam sanubari kita. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun