Mohon tunggu...
Dimas Handi
Dimas Handi Mohon Tunggu... Sales - Yes, it's me.

Marketing buku Perguruan Tinggi, Alumni FPBS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Petak Umpet dalam Memaknai Puisi

6 Februari 2020   15:06 Diperbarui: 6 Februari 2020   15:12 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixy.org

Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang cukup digandrungi oleh hampir semua orang dari semua jenjang usia, karena sudah dikenalkan sejak dini dalam pelajaran bahasa Indonesia dari sekolah dasar. Menulis puisi dianggap lebih mudah, karena hanya menuliskan untaian-untaian kata yang tidak terlalu panjang, dalam bentuk bait.

Apalagi melihat perkembangannya, puisi modern cenderung lebih keluar dari pakem jenis puisi-puisi lama yang terikat dengan oleh persajakan, pengaturan larik dalam setiap baitnya, jumlah kata setiap larik, serta rima. Puisi zaman now, biasanya tidak lagi terikat dalam aturan-aturan seperti itu. Lebih bebas.

Jika diamati, para penyair-penyair pemula pada akhirnya cenderung menulis puisi dengan pemahaman yang sederhana. Yaitu, menulis kalimat-kalimat yang indah, mendayu-dayu, yang dapat meluluhlantakkan hati pembacanya, biasanya nuansa ini sangat kental pada puisi-puisi bertema cinta, khas seperti kehidupan para remaja.

Bagaimanapun juga, munculnya puisi-puisi yang ditulis oleh banyak orang, berasal dari satu hal yang sama. Inspirasi. Dalam pencarian gagasan untuk dituangkan ke dalam bentuk kata-kata yang puitis selain dihasilkan oleh perenungan-perenungan tertentu, bagaimanapun juga inspirasi adalah awal dari suatu puisi dan juga merupakan tujuan akhirnya. Inspirasi merupakan ide pertama yang menyelusup ke dalam pikiran sang penyair dan dia merupakan ide akhirnya yang dijelmakan dalam kata-kata.

Adapun membuat puisi dengan kedalaman makna yang dapat membuat orang berpikir keras dan mengernyitkan dahi, tentu bukan hal yang mudah, tapi dapat dicapai. Perlu proses yang tidak sebentar, perlu banyak membaca karya-karya penyair lain, karya-karya penyair besar. Suatu ketika, saat penyair-penyair pemula menemukan gayanya sendiri, mengemas isi puisi sedemikian rupa agar lebih kaya makna, dan melakukan eksplorasi-eksplorasi tak berbatas, lambat laun karyanya akan semakin bernilai, lebih berbobot, dalam kata lain lebih nyastra. 

Berbicara mengenai kebermaknaan dalam puisi maka tidak akan terlepas dari dua macam jenis puisi itu sendiri, yaitu puisi yang transparan dan yang bersifat prismatis. Pada puisi transparan, sekali baca, si pembaca akan langsung tahu apa makna dari puisi tersebut. Sebaliknya pada puisi prismatis, tentu akan memerlukan usaha yang lebih keras untuk menemukan apa makna sebenarnya yang ingin disampaikan oleh si penyair.

Lalu apakah ketransparan dan keprismatisan sebuah puisi pada akhirnya otomatis menjadi tolok ukur bahwa puisi tersebut memang bagus. Belum tentu juga. Banyak puisi-puisi yang secara makna lebih transparan, tapi masuk kepada karya yang bagus. Mengapa? Karena jika kita kembali kepada konsep Horace, dulce et utile, menghibur dan mendidik.

Menghibur bisa diartikan ketika seseorang membaca karya kita ia mendapatkan hiburan, yang ia baca tidak membosankan. Sedangkan mendidik, bisa berarti bahwa yang ia baca membawa kebermanfaatan, ada "sesuatu" di sana yang dapat dijadikan bahan pembelajaran, ada nilai-nilai atau pesan yang bisa diambil.

Lalu, apa korelasi dari judul tulisan ini dengan bahasan yang saya angkat? Petak umpet adalah sebuah permainan anak-anak ketika satu orang menutup matanya terlebih dahulu, dan teman-temannya yang lain bersembunyi dan mencoba bertahan selama mungkin untuk tidak ditemukan. Begitulah puisi, seyogianya selalu ada yang tersembunyi, disembunyikan, untuk dibedah, dicari maknanya.

Ada yang seketika langsung dapat ditemukan maknanya, ada yang memerlukan pembacaan yang berkali-kali, dan mengeksplor simbol-simbol tertentu yang dihadirkan dalam puisi tersebut untuk dicari maknanya. Satu hal yang pasti, setiap orang yang membaca sebuah puisi yang sarat makna, tentu akan memaknainya dengan berbeda.

Dalam kata lain, membaca puisi adalah ikhwal mencari dan menemukan. Anggap saja sedang bermain petak umpet. Selamat menulis puisi. Selamat berpuisi. Selamat mencari dan menemukan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun