Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Melawan 'Pikun' dengan Membaca (secara) Kritis

19 Oktober 2016   07:53 Diperbarui: 24 November 2016   09:41 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apabila Dilakukan secara Rutin, Membaca Kritis Dapat Mencegah Pikun/ www.theodhesy.online

Dalam artikel "Mencegah Kepikunan", yang ditulis oleh psikolog Agustine Dwiputri, saya tertarik dengan informasi bahwa membaca secara kritis ternyata dapat menghambat proses kepikunan.

Sewaktu mendengar kata 'pikun', pikiran saya segera 'terbang' pada penyakit alzheimer yang kerap diidap oleh sejumlah manula. Alzheimer sebetulnya adalah sebuah penyakit degeneratif, yang ditandai dengan menurunnya fungsi memori. Oleh sebab itu, orang yang terkena alzheimer mudah sekali lupa akan kegiatan yang baru saja dilakukannya.

Dalam cerpen saya yang berjudul “Melampaui Kilauan Berlian”, secara tersirat, saya telah menggambarkan secara rinci perilaku yang ditunjukkan oleh pengidap alzheimer. Cerita itu memperlihatkan kalau pengidap alzheimer umumnya sering mengulang topik pembicaraan. Semua itu terjadi lantaran ia cepat lupa akan topik yang baru disampaikannya.

Lebih lanjut, pada gejala yang kronis, pengidap alzheimer pun cenderung mengalami halusinasi. Ia bisa saja melihat sosok manusia di pikirannya, tetapi sesungguhnya sosok itu tidaklah nyata! Hanya tokoh imajiner. (Lebih lanjut, silakan membaca cerpen saya 'Melampaui Kilauan Berlian').

Biarpun bersifat alamiah, penyakit itu sebetulnya dapat dicegah. Salah satunya adalah dengan terbiasa membaca kritis, seperti yang sudah disinggung di awal tulisan. Membaca kritis adalah keterampilan berbahasa tingkat lanjut. Hanya orang yang sudah mahir membaca tingkat dasar yang dapat menerapkannya.

Sebelum membahas lebih jauh soal membaca kritis, saya akan menyinggung sedikit seputar kemampuan membaca tingkat dasar. Pada mulanya kita belajar membaca lewat pengenalan huruf. Lantaran kita berbahasa Indonesia, kita menggunakan sistem huruf alfabet dalam tulisan. Jadilah kita mengenal huruf a, b, c, d, e, dan seterusnya. Setelah mampu membunyikan huruf-huruf itu dengan tepat, barulah kita belajar lebih lanjut. Kita belajar membaca suku kata, selanjutnya mengeja kata, menyusun kalimat, dan terakhir membaca sebuah wacana secara utuh.

Itu adalah kemampuan yang harus kita kuasai betul-betul. Pada tingkat selanjutnya, kita belajar teknik membaca tertentu, seperti skimming dan scanning. Kedua teknik itu diajarkan pada bangku Sekolah Menengah Atas dalam Kurikulum KTSP. Sayangnya pada Kurikulum 2013, kedua teknik itu malah tidak dijelaskan. Pada K-13, siswa lebih banyak disodori teks, teks, dan teks. Padahal, kalau tidak diajarkan teknik skimming dan scanning, bagaimana siswa mampu membaca teks tersebut secara lebih efektif?

Dengan menggunakan teknik skimming dan scanning, kita berusaha mendapatkan garis besar isi tulisan secara cepat. Kita hanya membaca kalimat atau kata tertentu yang memuat informasi kunci. Jadi, kita mampu membaca lebih banyak teks dalam waktu lebih singkat.

Setelah mahir menerapkan kedua teknik itu, barulah kita belajar membaca kritis. Berbeda dengan membaca dengan teknik skimming dan scanning, kegiatan membaca kritis berlangsung lebih lambat. Dalam membaca kritis, kita mencermati detail informasi yang disampaikan. Kita tak hanya menangkap informasi, tetapi juga turut mempertanyakan ketepatan informasi itu. Kita mengkritisi setiap sumber informasi yang terdapat di dalam teks.

Menurut hemat saya, cara itu sangat penting terutama sewaktu kita membaca artikel yang tersedia di media online. Bukannya bermaksud mendiskreditkan ketepatan berita di media online. Hanya saja, berdasarkan pengalaman saya, berita faktual seringkali bercampur dengan 'hoax'. Apalagi jelang Pilkada seperti sekarang ini, kita acapkali sulit membedakan mana berita yang tepat dan mana yang 'hoax' Jadi, membaca kritis dapat dipakai untuk mengatasi persoalan itu.

Selain itu, dengan terbiasa membaca kritis, kita ikut melatih daya kognitif. Daya kognitif itu ibarat sebuah gergaji besi. Kalau jarang dipakai, ia bisa tumpul. Namun, semakin sering digunakan, ketajamannya akan terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun