Juni 2025. Matahari merayap pelan di langit Cikarang. Di kawasan industri MM2100, ratusan pekerja Sanken berjalan memasuki pabrik, tapi bukan dengan semangat seperti biasanya. Langkah mereka lebih lambat, obrolan mereka lebih pelan. Hari ini bukan sekadar hari kerja biasa. Ini adalah hari terakhir mereka di sini.
Sanken, yang bertahun-tahun menjadi tumpuan hidup ribuan pekerja, akan resmi menutup pabriknya di Indonesia. Keputusan ini tidak diambil di ruang kantor Cikarang, tetapi di Tokyo, Jepang, tempat para eksekutif melihat angka-angka keuntungan dan memutuskan bahwa Indonesia bukan lagi pilihan yang menguntungkan. Produksi akan dialihkan ke industri semikonduktor di negeri asal mereka.
"Perusahaan induk di Jepang meminta agar produksi di Indonesia dihentikan," ujar Setia Diarta, pejabat Kementerian Perindustrian (Kompas, 20/02/2025). Singkat, formal, dan tanpa emosi. Bagi para pekerja, ini bukan sekadar berita bisnis. Ini adalah kenyataan pahit yang akan mengubah hidup mereka.
Lebih dari Sekadar Pabrik
Pabrik Sanken bukan hanya tempat bekerja bagi ribuan orang, tetapi juga simbol harapan dan kestabilan. Banyak pekerja yang memulai karier mereka di sini sejak muda. "Saya mulai kerja di sini waktu masih lajang, sekarang anak saya sudah kuliah," ujar seorang pekerja dengan senyum getir.
Kini, pertanyaan besar muncul: ke mana mereka harus pergi? Mencari pekerjaan baru bukanlah perkara mudah, terutama bagi mereka yang sudah mengabdi puluhan tahun di industri yang kini sedang goyah. "Kami sudah terbiasa di sini. Tidak mudah mencari kerja lagi," kata pekerja lainnya.
Tanda-tanda kemunduran Sanken sebenarnya sudah tampak lama. Produksi berkurang, mesin semakin jarang beroperasi. Hingga akhirnya, pada 2024, kapasitas produksi hanya tersisa 14 persen. Pasar dalam negeri lesu, ekspor pun tak mampu menyelamatkan kondisi. Dengan perubahan ini, para pekerja mulai merasakan kecemasan yang tak terhindarkan. Apa yang terjadi di Sanken bukanlah kejadian tunggal, melainkan gejala dari pergeseran industri manufaktur yang lebih besar.
Banyak pekerja bertanya-tanya, apakah mereka akan menerima pesangon yang layak? Apakah pemerintah memiliki program transisi yang nyata bagi mereka? Sayangnya, tak ada jawaban pasti. Janji bantuan pemerintah sering kali hanya sebatas kata-kata tanpa implementasi konkret.
Namun, ini bukan hanya cerita tentang Sanken. Ini adalah cerita tentang masa depan industri manufaktur Indonesia, yang kini tengah berada di persimpangan jalan.
Mengapa Indonesia Tak Lagi Menarik bagi Investor?
Indonesia dulu menjadi surga bagi investor. Upah buruh murah, lahan luas, dan regulasi yang relatif longgar menjadikannya pilihan utama. Namun, kini semuanya berubah.
Upah buruh terus naik, tetapi produktivitas tidak meningkat sepadan. Regulasi berubah-ubah, kebijakan kurang berpihak pada stabilitas industri. Sementara itu, Vietnam dan Thailand bergerak lebih gesit, menawarkan biaya produksi yang lebih rendah dan infrastruktur yang lebih siap. Jepang dan negara-negara lain melihat ini sebagai sinyal untuk pergi.
Banyak pabrik di Indonesia kini mengalami penurunan pesanan. Seorang teman yang bekerja di MM2100 menyebutkan bahwa beberapa perusahaan kehilangan hampir 50 persen order mereka dalam beberapa tahun terakhir. Dunia berubah, dan Indonesia tak cukup cepat menyesuaikan diri.