kultum jelang tarawih. Saya tak mengetahui, kultur semacam itu sampai generasi keberapa.
Satu nostalgia masa kecil khas Ramadan tentu saja meminta tanda tangan imam dan pengisiSekarang juga masih ada kebiasaan itu. Namun, tidak merata di semua masjid.Â
Saya melihat masih ada yang demikian. Tapi sebagian lagi tidak ada.
Mencatat isi ceramah jelang tarawih memang kebiasaan yang baik. Selain itu menjadi tugas, kebiasaan itu juga menjadi dasar menjadi jurnalis yang baik.
Sebab, yang kita catat di buku itu adalah apa yang disampaikan penceramah. Kita akan menulis poin apa saja yang diberikan ustaz yang diberikan kesempatan kasih tausiyah.
Kita tak mungkin mengarang di luar konten yang dipaparkan penceramah. Ini sebetulnya bagus diteruskan. Tujuannya, anak-anak terbiasa saksama dalam mencerna ujaran orang lain.
Apalagi pesan-pesan agama selama Ramadan. Akan sangat baik jika itu disimpan dalam bentuk catatan.
Hebatnya lagi, kami menulis isi ceramah masa itu ibarat jurnalis yang bekerja di media online. Mengapa demikian?
Sebab, tak ada jeda antara isi ceramah dengan catatan yang kami bikin. Barangkali yang seusia saya bisa memahami ini dengan baik.
Kalau tak ditulis saat itu juga, bagaimana kita hendak meminta tanda tangan kepada imam tarawih dan pengisi kultum. Itulah hebatnya anak masa itu.
Terbiasa bekerja dalam durasi yang pendek dan ketat. Bayangkan saja.Â