Saban Ramadan, muncul banyak pasar dadakan. Pinggir jalan utama kini makin ramai oleh orang yang berjualan. Bermodalkan meja keci sebagai display, mereka membuka usaha dadakan ini. Ada juga yang tidak menggunakan meja. Beberapa yang tergolong orang mampu secara ekonomi, menggunakan mobilnya sebagai tempat berjualan.
Motif ekonomi orang berjualan selama Ramadan ini malam-malam. Setidaknya ada empat yang bisa kita simpulkan.
Pertama, motif coba-coba
Motif ekonomi coba-coba dilakukan para pendatang baru di bidang dagang makanan atau kuliner Ramadan. Mereka ini biasanya pelajar, mahasiswa, atau kalangan rumah tangga. Mereka nyaris belum ada pengalaman. Namun, dari dengar-dengar pengalaman orang sebelumnya, mereka mencoba. Dapat untung syukur alhamdulillah, rugi ya risiko. Pulang modal sudah bagus. Hitung-hitung jadi pengalaman. Namanya juga coba-coba.
Kedua, motif cari market baru
Mereka yang ada di motif ini sebelumnya memang sudah punya pengalaman usaha. Namun, skalanya masih kecil. Beberapa bahkan mengandalkan berjualan secara daring atau online.
Hadirnya Ramadan membuat mereka ingin masuk ke ranah yang baru. Dari yang awalnya bersentuhan dengan penjual di dunia maya, kini bertemu di dunia nyata.
Varian produk yang dijual bisa jadi sama dengan yang selama ini mereka pasaran. Namun, ada kalanya mereka merambah varian baru. Dan yang paling memungkinkan adalah makanan berbuka puasa.
Ketiga, motif tahunan
Ada beberapa penganan yang khas muncul hanya pada bulan Ramadan. Kadang kuliner yang dijual juga cukup klasik. Beberapa kid jaman now tidak mengetahui makanan apa itu. Katakanlah itu lelang tapai dan burgo.
Nah, mereka yang ada di motif tahunan itu, ada di titik ini. Mereka ada pekerjaan utama sebetulnya dan masih dilakoni selama puasa. Namun, karena mereka punya keyakinan event tahunan ini bisa membantu perekonomian, maka mereka pun membuka usaha.