Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ecclesia Semper Reformanda Est

31 Oktober 2021   10:02 Diperbarui: 31 Oktober 2021   10:07 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pixabay

Ungkapan Ecclesia semper Reformanda est merupakan ungkapan dari bahasa Latin yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Gereja harus selalu tereformasi. Ungkapan ini dipopulerkan oleh Karl Barth sekitar tahun 1947, dan diyakini berasal dari perkataan Augustinus. Ada pun pesan yang hendak disampaikan dari ungkapan ini adalah setiap gereja harus terus menguji dirinya sendiri dalam rangka mengutamakan kemurnian doktrin dan praktiknya.

Pada tanggal 31 Oktober 2021, Gereja Protestan memperingati Reformasi Gereja yang ke-504. Lima abad yang lalu, reformasi gereja terjadi ketika gereja sudah mulai terkontaminasi oleh paham-paham sekulerisme, individualisme, dan humanisme, yang muncul dari gagasan dan praktik renaissance  yang mulai berkembang di Italia (bahkan mungkin termasuk mayoritas negara di Eropa) sekitar abad ke-15. Sehingga hal itu berdampak kepada perubahan ajaran dalam gereja, yang mulai menunjukkan adanya pergeseran dari ajaran Alkitab. Tidak hanya itu, gereja juga mulai dikontaminasi dengan hal-hal yang berbau politik, korupsi, hingga kekuasaan yang bersifat duniawi.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam gereja seperti: (1) penjualan surat pengampunan dosa (indulgensia), sehingga setiap orang yang dapat membeli dan memilikinya akan dipastikan masuk surga. Hal ini berdampak kepada ajaran keselamatan yang tidak lagi satu-satunya melalui iman kepada Yesus Kristus, namun dapat juga melalui perbuatan seseorang. (2) Alkitab bukan satu-satunya Firman Tuhan tetapi juga termasuk di dalamnya ucapan Paus, dan bahkan tradisi-tradisi yang muncul dan berkembang dalam Gereja. Sehingga munculnya gerakan reformasi Gereja bertujuan untuk mengkritisi ajaran dan perilaku gereja pada zaman itu karena telah menyimpang dari ajaran Alkitab. Adapun inti atau pilar dari ajaran Reformasi Gereja terpusat pada lima sola, yakni: sola gratia, sola fide, solus Christus, sola Scriptura, dan Soli Deo Gloria.

Sola Gratia atau grace alone menekankan bahwa keselamatan yang kita peroleh semata-mata hanya karena anugerah Tuhan (bukan karena telah melakukan perbuatan baik). Sola fide atau faith alone menekankan bahwa kita dibenarkan hanya melalui iman kepada Yesus Kristus. Solus Christus atau Christ alone menekankan bahwa hanya Kristus-lah satu-satunya pendamai atau perantara yang sanggup memulihkan relasi kita dengan Allah. Sola Scriptura atau scripture alone menekankan Alkitab satu-satunya standar dan pedoman hidup kita, karena Alkitab tidak mengandung kesalahan. Selain itu, Alkitab berotoritas, dan memiliki kecukupan serta kejelasan untuk mendidik kita kepada kebenaran. Melaluinya kita dapat mengenal Allah, mengenal diri sendiri, serta menuntun kita untuk hidup benar di hadapan Allah. Terakhir, soli Deo Gloria atau glory to God alone yang menekankan bahwa hanya Allah yang layak mendapatkan segala pujian, dan kemuliaan sampai selama-lamanya di dalam segala karya-Nya.

Sumber Gambar: https://renoafriano.wordpress.com/2017/09/17/pos-blog-pertama/
Sumber Gambar: https://renoafriano.wordpress.com/2017/09/17/pos-blog-pertama/

Tulisan ini ditulis dalam rangka memperingati Reformasi Gereja yang ke-504, dengan mengangkat tema Ecclesia semper Reformanda est atau Gereja harus selalu Tereformasi. Hampir semua gereja Protestan di seluruh dunia merayakan momen ini dengan sangat meriah, namun tidak menutup kemungkinan telah kehilangan substansi Reformasi Gereja. Oleh karena harus diakui ada banyak gereja hari ini yang sudah mulai bergeser dari ajaran atau lima pilar Reformasi di atas. Ada pula Gereja yang secara ajaran sangat alkitabiah, namun dalam praktik justru sangat duniawi. Sehingga sama sekali tidak lagi menjalankan spirit dan prinsip Reformasi.

Ungkapan Ecclesia semper Reformanda est atau Gereja harus selalu Tereformasi sebenarnya memberikan penegasan bahwa adanya peluang gereja untuk bergeser dan menyimpang dari ajaran Alkitab, sehingga akan berdampak kepada hal-hal praktis. Itulah sebabnya, gereja harus memiliki kepekaan terhadap hal tersebut sehingga ketika sampai ke titik itu maka sesegera mungkin mereformasi diri dan kembali kepada ajaran yang benar.

Sumber Gambar: http://www.karismatikkatolik.org/yesus-menyucikan-bait-allah.html
Sumber Gambar: http://www.karismatikkatolik.org/yesus-menyucikan-bait-allah.html

Yesus pernah melakukan reformasi besar-besaran di pelataran Bait Allah semasa pelayanan-Nya di bumi (lih. Yoh. 2: 13-25; Mat. 21-12-13; Mrk. 11:15-17; Luk. 19:45-46). Reformasi yang dilakukan oleh Yesus dilatarbelakangi oleh banyaknya penyimpangan dan praktik-praktik yang salah di Bait Allah. Bait Allah terdiri dari pelataran bagi orang-orang non-Yahudi (pelataran luar), pelataran wanita, pelataran Israel, ruang kudus, dan ruang maha kudus. Para pedagang berada di pelataran paling luar, termasuk para penukar uang bertugas untuk menukar mata uang yang beragam yang di bawah oleh para peziarah dari berbagai tempat. Demikian halnya para penjual binatang kurban dan burung, yang melayani peziarah dari berbagai tempat dari penjuru wilayah kekaisaran Romawi. Supaya mereka tidak perlu lagi repot-repot membawa kurban binatang dari tempat mereka masing-masing. Apabila mereka ingin memberikan persembahan, maka telah disediakan tempat bagi mereka untuk membeli kurban, dan itu ada di pelataran luar Bait Suci. Sehingga itulah yang menimbulkan keberatan dan kemarahan Yesus.

Yesus mengusir semua pedagang, membalikkan meja-meja mereka, dan membalikkan bangku-bangku pedagang merpati. Tindakan Yesus ini menggenapkan nubuat dalam Zakharia 14:21 bahwa akan tiba harinya "tidak akan ada lagi pedagang di rumah Tuhan". Namun apabila diperhatikan dengan teliti, maka Yesus sebenarnya memprotes praktik perdagangan yang tidak jujur. Itulah sebabnya, Yesus menyinggung tentang sarang penyamun. Yang mana ungkapan tersebut menunjuk kepada mereka yang telah berdagang di lokasi yang salah serta mereka juga telah berdagang dengan tidak jujur. Sehingga perlawanan Yesus di sini dilakukan terhadap perdagangan itu sendiri, yakni: melawan pembeli dan juga para penjualnya.

Karena dengan digunakannya pelataran luar untuk berdagang, maka itu akan mengganggu orang-orang non-Yahudi yang datang ke Bait Allah untuk berdoa. Bahkan sekalipun mereka bisa berdoa, maka mereka akan berdoa di tengah-tengah hiruk-pikuknya transaksi jual-beli di sana. Kemudian kebisingan itu juga akan mengganggu hingga ke pelataran yang paling dalam. Dengan demikian, proses berdoa pun tidak akan berjalan dengan baik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun