Pak SBY, bagaimana hasil peninjauan ke Bali-nya Pak?, saya yakin setelah Bapak berkunjung dan melihat2 situasi Hotel Ayana Bali, ditambah penjelasan yang diberikan baik oleh Gubernur Bali maupun General Manager hotel tersebut, pastinya tidak ada hal serius yang patut dikhawatirkan. Toh kalaupun ada, waktu setahun pastilah cukup untuk membenahinya, dan bukankah KTT ASEAN yang ke-11 baru akan diselenggarakan tahun 2011 nanti?.
Pak SBY, minggu ini, diluar keinginan kita, kita isi dengan kesedihan.Kesedihan ini, tentu saja terkait dengan tragedi Koja. Saya, kurang lebihnya, bisa merasakan kesedihan tersebut dari ekspresi Bapak ketika menyampaikan konferensi pers di malam harinya. Saya sependapat dengan Bapak, bahwa apa yang terjadi di Koja harus dihentikan dan upaya-upaya yang lebih mengedepankan dialog harus lebih diutamakan. Penjelasan dan sosialisasi harus diberikan secara jelas dan intensif, untuk menghindari salah tafsir. Komunikasi dua arah menjadi kunci penyelesaian masalah.
Photo maupun Video yang ditampilkan oleh media, berbicara banyak, lebih dari cukup bahkan. Photo dan Video itu harus dengan kepiluan kita saksikan, salah satu alasannya karena, kekerasan itu dilakukan oleh kedua belah pihak. Kenapa bisa demikian? dan apa yang menjadi akar dari kekerasan semacam itu?. Kedua pertanyaan tersebut, menjadi sangat penting untuk dijawab, terlebih jika kita menyimak kesembilan poin kesepakatan hasil mediasi, sehari sesudahnya. Kesemuanya, bukanlah sesuatu yang susah dan rumit untuk disepakati jauh2 hari dan bukan setelah tiga manusia menjadi korban, beberapa puluh kendaraan bermotor menjadi arang, dan kerugian2 lainnya, harus terjadi dan kita alami.
Saya tak bisa menjawab pertanyaan2 itu secara pasti. Sampai suatu ketika, teman saya, dalam status facebooknya, mengutip apa yang pernah dinyatakan oleh Mahatma Gandhi. Mungkin ini jawabnya, pikir saya ketika itu. Tapi apakah semua faktor yang disinggung oleh Gandhi telah terjadi dan menjadi bagian dari keseharian kita, sebagai pribadi, anggota masyarakat, anak bangsa dan bahkan oleh pejabat dan pemimpin2 kita?, begitu tanya saya ketika itu Pak.
Ini tawaran dan sekaligus penerawangan saya, diiringi harapan semoga ada manfaatnya.
“Wealth without Work”
Budaya instan kurang lebihnya. Fenomena Gayus mungkin tepat dijadikan contoh dalam konteks ini Pak. Bagaimana tidak?, sementara orang harus bekerja keras, siang dan malam, terus menerus, seperti yang Bapak lakukan sebagai Presiden, untuk mengumpulkan rupiah demi rupiah, bahkan terkadang “kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala”, untuk menghidupi anak istri, tidak berlaku bagi Gayus Pak. Bahkan duit yang ada di rekeningnya pun lebih dari total kekayaan Bapak yang tujuh milyar rupiah itu.
Saya memahami dan meletakkan ini sebagai ter-erosinya kepekaan sosial Pak. Bagaimana sebagian dari kita dapat hidup bersenang-senang sementara yang lainnya bersusah payah untuk hanya sekedar bertahan hidup. Sesuatu yang tak asing bagi kita kan Pak? Ini tak ada hubungannya dengan mobil dinas menteri, pesawat dan pagar istana lho Pak, bukankah ketiganya sudah dianggarkan dalam APBN yang merupakan wujud kesepakatan Pemerintah dan Dewan yang mulia?.
Saran saya, khusus untuk aspek yang satu ini adalah memahami dan meletakkannya sebagai pengetahuan yang nil budi pekerti Pak, dan kasus mafia hukum terasa masih kontekstual untuk dijadikan contoh yang mewakili faktor ini. Pemahaman dan ilmu tentang hukum, justru dipergunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan nil budi pekerti. Hakim yang menangani kasus Gayus, dikabarkan mengakui menerima 50 juta terkait dengan kasus tersebut, untuk bekal umroh menurut pengakuannya.
World Movement for Democracy di Hotel Shangri-La, Senin, 12 April kemarin, bahwa politik uang hanya akan menghasilkan pemimpin yang bebal, melayani yang membayar dan menngeyampingkan kepentingan publik.
Demikianlah hasil penerawangan saya Pak, namanya juga penerawangan, tentu saja masih jauh dari sempurna, ada kekeliruan dan oversimplikfikasi di sana sini. Namun saya yakin, saya tidak sendirian dengan keresahan-keresahan ini Pak.
Salam Indonesia Raya
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!