BOGOR -  Sebagai bagian dari (LKBHMI)  Bogor, saya ingin menyampaikan keprihatinan  terhadap kebijakan kenaikan tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota (DPRD) Kabupaten Bogor, yang tercantum dalam Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2023. "Kebijakan ini jelas mengundang pertanyaan, dan ke khawatiran publik mengingat ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin nyata di masyarakat Kabupaten  Bogor." Ujar Ade Rizky
Ade Rizky Lubis  yang Mewakili LKBHMI Bogor, Turut memberi pandangan bahwa : Sebagai lembaga yang konsisten dalam memperjuangkan keadilan sosial, serta merasakan .
"saya sangat menyesalkan kebijakan yang justru memperlebar jurang ketimpangan antara pejabat publik dan rakyat. Di tengah fakta bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Bogor masih berjuang dengan penghasilan rendah dan angka pengangguran yang tinggi lebih dari 210.000 orang, atau sekitar 7,34% Â dari total angkatan kerja kenaikan tunjangan DPRD yang mencapai lebih dari 100 persen justru menciptakan ketidakadilan yang nyata."Â
Kenaikan tunjangan tersebut, yang mencakup berbagai komponen seperti uang representasi, tunjangan keluarga, hingga tunjangan reses, patut dipertanyakan rasionalitas dan transparansinya.
Ia pun mempertanyakan Apakah kebijakan ini benar-benar mencerminkan prinsip keadilan sosial yang seharusnya menjadi landasan dalam setiap kebijakan publik? Di saat sebagian besar masyarakat hanya bisa bertahan dengan upah yang rendah bahkan tidak mencapai Rp5 juta per bulan, apakah sangat relevan bagi pejabat publik untuk menikmati fasilitas yang jauh di atas kemampuan mayoritas rakyat?
"Saya Menyayangkan indikator kinerja yang mendasari kenaikan tunjangan ini dan Apa yang sudah dilakukan oleh DPRD bertolak belakang terkait keberpihakan terhadap rakyat, serta dalam mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat, seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, dan kualitas pelayanan publik? Bukannya anggaran daerah difokuskan pada pembangunan infrastruktur sosial yang lebih mendesak seperti pendidikan, kesehatan, dan pengurangan angka kemiskinan di Kabupaten Bogor, kebijakan ini justru berpotensi memperburuk ketimpangan yang sudah ada." Tegas Ade RizkyÂ
Lebih jauh lagi, kebijakan ini berisiko menciptakan persepsi negatif di kalangan publik, yang akan semakin memperlihatkan ketidaksesuaian antara pengeluaran negara dan kebutuhan dasar masyarakat. Jarak sosial dan besaran tunjangan penghasilan antara DPRD dan rakyat yang mereka wakili akan semakin lebar. Apabila pola pengelolaan anggaran semacam ini terus berlanjut, kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif akan semakin terkikis, dan kemarahan masyarakat bisa semakin memuncak seiring kebijakan yang notabene tidak sedikit pun mewakili keberpihakan terhadap rakyat.
Karena itu, "saya mendesak agar kebijakan ini segera dievaluasi ulang, dan pemerintah daerah harus lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat dalam setiap keputusan anggaran yang diambil. Kesejahteraan rakyat adalah prioritas utama yang harus dijaga, bukan malah kebijakan yang memperburuk ketimpangan yang sudah ada." Tutupnya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI