Sering kali dalam kondisi emosi yang berlebihan, sebagai orang tua terkadang kita sensitif terhadap perilaku anak. Sehingga sikap tegas kita yang berlebihan membuat tindakan fisik yang menyakiti anak. Ini akan membuat anak menjadi lebih kejam dan kasar, membuat orang lain sakit hati, memberontak bahkan melawan.Â
Perhatikan ketika ia bergaul dengan teman-temannya, dia pasti akan mengikuti tindakan kita yang suka ringan tangan. Anak yang suka memukul temannya dikategorikan adalah anak yang sering mengalami pukulan dari orang tuannya.
Kekerasan fisik terhadap anak akan menjadi sakit hati yang mungkin akan dilampiaskan ketika ia dewasa nantin. Mungkin kepada teman sebanya, atau pada orang yang lebih dewasa, baik guru atau orang tuanya sendiri. Bahkan jika ia pada saat bertemu dengan orang yang lemah, baik dari fisik atau mentalnya, boleh jadi dia akan menindas.
Namun, sebaiknya orang tua tidak sampai mmberikan hukuman terutama fisik kepada anak, baik cubitan, pukulan, ataupun tamparan secara langsung dengan tangan kita ataupun menggunakan dengan alat lainnya. Coba carilah hukuman alternatif yang lebih mendidik anak tanpa menghilangkan maksud dan tujuan memberikan hukuman kepada anak. Jadi seharusnya hukuman dapat membuat anak bisa menyadari kesalahannya tanpa kita harus menyakiti fisik anak tersebut.
Sebab, anak diciptakan dengan kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan ataupun isyarat, jadi dia pasti bisa diatur dengan menggunakan kata-kata dan perbuatan tanpa menggunakan pukulan fisik. Jika kata-kata tidak ampuh untuk mengatur anak, sebaiknya kita lebih introspeksi diri, mungkin ada yang salah dengan perilaku ataupun kebiasaan kita sendiri.Â
Mungkin kita mewarisi kebiasaan buruk pendidik kita, baik orang tua ataupun guru kita yang memungkinkan akan kita wariskan pula pada anak didik kita nanti. Manusia tidak cocok dididik dengan kekerasan. Lebih baik media dialog, pujian, dan kelembutan akan lebih berkesan pada anak. Dan kita juga coba untuk evaluasi dengan diri kita sendiri dan xoba temukanlah kebiasaan buruk yang mungkin kita lakukan berkali-kali hingga tercatat pada dalam diri anak.