Oleh: Ade Imam Julipar
13-09-18
Bahasa Inggris bukan ukuran kecerdasan seseorang. Kita tidak bisa mengukur kecerdasaan seseorang dari seberapa fasih orang tersebut bicara dalam bahasa Inggris. Ini bukan sebuah pembelaan. Tetapi lebih pada sebuah kenyataan.
LIhat saja anak-anak kecil yang belum lagi genap sepuluh tahun di Inverness, sebuah kota kecil yang konon diyakini tempat habitat Naga Laut yang kita bisa saksikan di film Loch ness, mereka sudah pandai berbicara dalam bahasa Inggris pada usia dini. Kecerdasannya? Tentu kita bisa menilai. Kecerdasan rata-rata yang dimiliki anak seusia itu. Tidak ada yang istimewa.
Atau mungkin kita bisa melihat orang-orang gila di jalanan Birmingham, Sheffield, dan  Bristol. Mereka sangat fasih berbicara bahasa Inggris. Padahal mereka jelas dari segi kejiwaan terganggu. Apalagi bicara kecerdasan. Kota-kota itu adalah kota yang ada di inggris. Dan penduduknya pun sudah pasti sedari kecil bicara dalam bahasa Ingris. Baik yang waras maupun tak waras.
Itu menjadi bukti yang tak terbantahkan bahwa tak ada korelasi antara kemampuan bahasa Inggris seseorang dengan tingkat kecerdasan. Ini yang harus digaris bawahi dulu.
Kemudian kita pun melangkah lebih jauh lagi. Apapun bidang kita, ternyata ketika kita akan meng-upgrade diri atau menuju ke arah spesialisasi atas apa yang kita pelajari, ada sebuah pintu yang --suka tidak suka --harus kita lewati. Pintu itu bernama: bahasa Inggris.
Jika pun mereka menulis dalam bahasa ibu mereka, ada orang lain yang akan meng-inggris-kan tulisan mereka. Karena syarat agar sebuah tulisan  bisa dibaca dunia, tulisan itu harus masuk lewat pintu: bahasa Inggris.
Di titik inilah bahasa Inggris menjadi penting. Pergaulan dunia harus menggunakan alat komunikasi yang satu ini. Tanpa bahasa Inggris mereka akan kembali ke zaman purba, dimana orang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Karena tidak ada bahasa yang sama untuk berkomunikasi.
Ya, orang memerlukan sebuah bahasa pergaulan dunia. Sebuah Lingua franca. Dan pilihan pun jatuh pada bahasa Inggris. Inipun tidak terlepas dari sejarahnya. Ketika kolonialisasi marak di berbagai belahan dunia, Inggris lah negara yang paling banyak memiliki negara jajahan.Â