Betapa banyak orang yang mengaku berpendidikan, namun tak terdidik. Berkoar-koar atas nama moral, tetapi sejatinya melanggar, melakukan tindakan-tindakan amoral yang bisa merugikan masyarakat secara umum. Tak peduli sarjana, magister, doktor, dan profesor, semuanya berpotensi mencelakakan orang lain yang lugu.
Begitu pun diriku yang semenjak 4 tahun telah mengenyam pendidikan dari formal, informal, maupun non formal hingga saat ini. Berapa banyak kata-kata yang telah keluar dari mulutku, mampu menyebabkan perdamaian menjadi kekisruhan. Pun dengan segala perbuatan-perbuatanku, baik sengaja atau tidak, semuanya dapat menginjak harga diri orang lain, termasuk kalangan menengah ke bawah.
Kiranya diri ini perlu merenungi kembali bahwa pendidikan-pendidikan yang telah aku dapatkan sejatinya berguna bagi masyarakat secara umum, layaknya penemuan Thomas Alfa Edison dengan lampu pijarnya, mampu menerangi dunia dari benua Asia sampai dengan benua Amerika. Gelapnya malam tak lagi menjadi halangan untuk bisa menerawang wajah kekasih hati yang sedang dimabuk asmara. Terang malam tak hanya mengandalkan cahaya rembulan yang terkadang hilang akibat awan mendung di kala hujan menghampiri.
Aku pun juga turut merenungi bahwa buah dari manisnya sebuah pendidikan tatkala Al Khawarizmi menemukan angka 0, sehingga orang-orang tak perlu kesulitan menuliskan angka di atas satu sampai dengan sembilan, demikian pula angka-angka, di bawah satu.
Setidaknya, dua contoh itulah manfaat dari pendidikan. Amat jauh bila dibandingkan saat ini. Orang yang berpendidikan memanfaatkan gelarnya untuk melakukan berbagai tindakan amoral seperti korupsi, suap-menyuap, dan lain-lain. Maka tak mengherankan bila mereka yang terciduk oleh pihak berwajib adalah orang-orang dengan banyak gelar. Gemar berkhotbah kebajikan, namun mereka sendiri gemar melakukan kemunkaran.
 "Mudah-mudahan, itu tak terjadi kepadaku."Â