Mohon tunggu...
Achmed Hibatillah
Achmed Hibatillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

Mahasiswa yang konsisten berjuang untuk transformasi sosial demi terciptanya masyarakat egaliter.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Sesat Pikir Soal Kemerdekaan Palestina

11 Januari 2023   22:09 Diperbarui: 12 Januari 2023   11:14 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://english.ahram.org.eg/NewsContent/2/8/299662/World/Region/The-Palestinian-struggle-Rising-to-the-challenge.aspx

Banyak orang Indonesia yang menunjukan simpati besarnya pada rakyat Palestina yang selama ini dijajah oleh Negara Israel. Sekilas jika kita lihat di permukaan, hal ini baik karena memang seharusnya kita mendukung kemerdekaan bagi Palestina. Namun kita akan menemui kedangkalan berfikir maupun kelemahan argumen kebanyakan orang Indonesia ketika kita tahu apa motif yang mendasari kebanyakan orang Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina. Entah dari kaum nasionalis, liberal, dan agamis pasti akan didapati sama saja. Ketika mereka memberitahu motif mereka mendukung kemerdekaan Palestina pasti hanya akan berputar-putar pada jawaban yang umum yang sangat sering kita dengar dan tidak memberikan analisa yang mendalam. Hahahahahaha.

Jawaban kaum nasionalis pada umumnya pasti hanya berputar-putar pada jawaban konstitusional seperti "kemerdekaan ialah hak segala bangsa" atau jawaban yang mereka ambil tidak jauh dari pelajaran maupun pedoman dari pengalaman historis sempit Bangsa Indonesia seperti halnya mencontoh mantan presiden Indonesia yang selalu mendukung kemerdekaan Palestina atau berpedoman pada politik bebas aktif. Motif yang baik. Tapi jawaban yang mereka buat tak akan konsisten jika disandingkan dengan kasus lain, misal masalah kebangsaan West Papua. Jika mereka mendukung kemerdekaan Palestina tapi tak mendukung kemerdekaan West Papua, maka mereka sendiri telah melanggar jawaban konstitusional yang mereka gelorakan.

Sedangkan kaum liberal kebanyakan tak jauh berbeda dengan argumen nasionalis tetapi biasanya dititikberatkan pada bagian HAM untuk masalah Palestina. Masalahnya, jika kita menitikberatkan masalah Palestina pada HAM, pasti ujung-ujungnya Palestina tak kunjung merdeka. Dari pihak Palestina pun juga melakukan pelanggaran HAM. Tak adil bila kita menjustifikasi Israel melakukan pelanggaran HAM bilamana kita tak mengecam tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak Palestina. Lagipula perang tidak bisa dihapuskan dengan slogan-slogan moral. Perang hanya bisa dihapuskan lewat perang.

Kaum agamawan juga, terutama Agama Islam (dengan segala hormat, saya tak bermaksut untuk merendahkan umat muslim), selalu berputar-putar pada slogan persaudaraan untuk sesama muslim. Bahkan anehnya dari beberapa kaum agamawan menggelorakan kemerdekaan untuk Palestina karena ini adalah perjuangan umat muslim melawan "Kafir Yahudi". Hal ini sangat tidak rasional dan tidak solutif bagi masalah Palestina.  Kita tahu bahwa Palestina memiliki penduduk yang heterogen. Penduduk Palestina tidak hanya dari Agama Islam, tapi banyak agama. Kristen, Katholik, Yahudi, Majusi, dan masih banyak lagi.  Lagipula komunitas Yahudi Ortodoks Israel sering didiskriminasi oleh otoritas Israel. Jadi konflik antara Palestina dan Israel bukanlah konflik agama. Maka jika kita memiliki motif melawan "Kafir Yahudi" untuk mendukung kemerdekaan Palestina justru tidak akan menyelesaikan konflik di Transyordania Barat itu. Sebaliknya, justru sauvinisme lah yang semakin subur. Konflik akan semakin bermunculan antar umat beragama karena dari masing-masing umat beragama semakin teragitasi untuk melawan musuh mereka dari umat beragama diluar keyakinan mereka.

Bahkan dikalangan kaum kiri pun, mereka yang mengatasnamakan dirinya sebagai Marxis, salah kaprah dalam menilai masalah kemerdekaan Palestina. Gagasan borjuis dan borjuis kecil sudah merasuki pada sekte-sekte "Marxis" ini. Mereka tak mengedepankan internasionalisme dalam pembebasan Palestina, justru mereka teracuni oleh nasionalisme (yang jelas harus kaum Marxis tentang). Kita contohkan pada beberapa "Marxis" ini yang menyatakan dukungannya pada PLFP (Popular Front for the Liberation of Palestine atau Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina). George Habbash selaku pimpinan PLFP tak sama sekali mencerminkan dirinya seorang Marxis, ia melakukan perjuangannya tak jauh beda dengan organ-organ borjuis kecil lainnya di Palestina. Atau yang terparah adalah dukungan mereka pada Hamas (Harakat al-Muqawama al-Islamiyya atau Gerakan Perlawanan Islam) yang merupakan organ reaksioner.

Yang saya sayangkan pada mereka bukan hanya terletak pada motifnya, tapi juga terletak pada analisanya. Mereka tak memiliki analisa yang kompreherensif mengenai masalah Palestina. Ketika analisa sudah salah, maka sudah pasti metode perjuangan untuk pembebasan rakyat Palestina yang mereka ambil pasti buruk. Akhirnya bukannya membuahkan hasil bagi kemerdekaan sepenuhnya untuk rakyat Palestina, justru menghasilkan sesuatu yang kacau untuk pembebasan rakyat Palestina. Akhirnya pasti mereka akan mendukung pihak yang salah. Pasti mereka tidak akan jauh mendukung organ-organ borjuis kecil dalam pembebasan Palestina.

Selain itu, solusi-solusi lainnya juga sudah ditawarkan. Dari solusi satu negara, dua negara, atau tiga negara. Bahkan jika mau dibuat solusi empat negara atau sepuluh negara, tetap saja solusi ini tak akan menjawab masalah Palestina. Justru konflik yang dihasilkan akan bisa lebih besar karena solusi-solusi ini hanya menggunakan kacamata sempit nasionalisme, dan nasiolisme tak akan bisa sama sekali menjawab masalah kebangsaan.

Disini saya akan memberikan analisa yang singkat namun tak mengurangi substansi dari perspektif yang saya gunakan mengenai masalah Palestina. Saya seorang Marxis, maka segala metode yang saya gunakan dalam menganalisa segala hal adalah dengan perspektif dialektika materialis, termasuk masalah Palestina. Saya pikir sangat perlu untuk kembali membantah argumen dangkal dari banyak kaum di Indonesia yang salah dalam menganalisa masalah Palestina. Karena jika argumen mereka dibiarkan dan tersebarluas di telinga masyarakat, maka ini akan berimplikasi pada kesalah fatalan perjuangan pembebasan Palestina.

Masalah Palestina bukanlah masalah yang sederhana, ia sangat kompleks. Kita tak bisa memberikan jawaban "ya" atau "tidak" mengenai kemerdekaan Palestina. Maksutnya kita tak bisa memberikan jawaban "ya, Palestina harus merdeka" atau "tidak, Palestina tidak harus merdeka" dengan menggunakan perspektif yang dangkal. Masalah Palestina adalah masalah yang rumit, ini adalah masalah kebangsaan yang tidak bisa dinilai dengan kacamata hitam-putih.

Sebelum membahas soal kemerdekaan Palestina, kita perlu tahu definisi dari kemerdekaan terlebih dahulu. Sejatinya kemerdekaan adalah suatu capaian oleh suatu masyarakat yang telah terbebas dari belenggu perbudakan, perhambaan, penjajahan, maupun penindasan. Saya tekankan bahwa kemerdekaan dan kapitalisme adalah dua hal yang saling bertentangan. Tidak ada kemerdekaan dibawah kapitalisme. Dalam kapitalisme, kemerdekaan hanyalah omong kosong karena kapitalisme tidak menyediakan kebebasan manusia dari belenggu. Kita semua tahu bahwa sudah banyak bangsa yang telah mendapatkan kemerdekaannya, tapi itu hanya secara formal. Kemerdekaan dalam kapitalisme hanya bisa dimiliki oleh kelas berkuasa, tapi tidak untuk kelas yang dikuasai atau kelas yang tertindas. Kemerdekaan sejati akan tercapai bila kapitalisme ditumbangkan, yakni ketika masyarakat terbebas sepenuhnya dari penindasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun