Mohon tunggu...
ACHMAD YUDA PRAYOGI
ACHMAD YUDA PRAYOGI Mohon Tunggu... Mahasiswa D-IV Teknologi Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga

Mahasiswa semester 1 D-IV Teknologi Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga, memiliki MBTI (INFP-T). Memiliki hobi mendengarkan musik dan menonton film. Sangat tertarik dengan editing and photography

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengungkap Fakta di Balik Sinar-X: Bagaimana Proteksi Radiasi Menjaga Keselamatan Tenaga Medis di Area Radiodiagnostik?

20 Juni 2025   08:46 Diperbarui: 24 Juni 2025   08:58 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mahasiswa Teknologi Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga melakukan praktikum menggunakan modalitas X-ray (Sumber: dokumenta

Radiologi diagnostik merupakan salah satu bidang penting dalam pelayanan kesehatan yang memanfaatkan teknologi sinar-X untuk membantu dokter dalam melihat kondisi kelainan medis di bagian dalam tubuh pasien secara non-invasif. Modalitas seperti rontgen, CT scan, dan berbagai pemeriksaan radiologi lainnya menjadi fasilitas yang memudahkan dokter dalam mendiagnosis berbagai penyakit secara cepat dan akurat. Namun, satu hal yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat ialah modalitas yang ada di radiologi diagnostik memanfaatkan sumber radiasi dalam penggunaannya dimana telah kita sadari bahwa radiasi tergolong berbahaya. Seperti contoh sinar-X yang merupakan radiasi pengion yang jika tidak dibekali dengan pengetahuan tentang alat-alat proteksi dan standart operasional pemanfaatan sumber radiasi dengan baik, dapat berisiko menimbulkan efek buruk pada kesehatan, khususnya pada radiografer sebagai profesi yang setiap harinya tentu tidak lepas dari interaksi dengan radiasi. Oleh karena itu, penerapan proteksi radiasi dan keselamatan kerja di lingkungan radiologi sangat penting dan harus menjadi fokus utama. Sebab, hal ini bertujuan untuk meminimalisir efek paparan radiasi yang tidak perlu agar didapatkan manfaat pemeriksaan radiologi secara maksimal tanpa membahayakan siapapun. 

Prinsip dasar proteksi radiasi meliputi beberapa hal penting yang menjadi pedoman utama dan harus selalu diterapkan di setiap pengambilan tindakan dalam radiologi diagnostik. Prinsip dasar proteksi radiasi ini telah disebutkan oleh ICRP (International Commission on Radiological Protection) terdiri dari tiga konsep dasar yaitu justification, optimization, dan dose limitation. Dalam prinsip justification, pemeriksaan radiologi dilakukan hanya jika benar-benar diperlukan dan manfaat yang dihasilkan harus jauh lebih besar dari risiko yang akan diterima. Dokter dan tenaga medis harus mempertimbangkan apakah pemeriksaan tersebut memang diperlukan. Prinsip optimization, memastikan dosis radiasi yang digunakan dalam pemeriksaan radiologi harus serendah mungkin dengan tetap menghasilkan citra yang berkualitas untuk keperluan diagnosis. Prinsip ini dikenal dengan istilah ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Kemudian prinsip Dose Limitation yang membatasi dosis paparan radiasi yang diperbolehkan bagi tenaga medis dan pasien agar terhindar dari efek stokastik. Batasan ini mengacu pada standar internasional seperti yang ditetapkan oleh ICRP (International Commission on Radiological Protection). Selain itu, di Indonesia sendiri hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 4 Tahun 2013 bahwa Dosis efektif untuk pekerja radiasi tidak boleh melebihi 20 mSv/tahun. 

Penerapan prinsip ini salah satunya dengan menggunakan alat pelindung diri saat hendak meng-ekspose pasien. Berbagai macam alat pelindung diri, seperti apron timbal, dan kacamata pelindung (google) sangat efektif dalam mengurangi paparan radiasi yang tidak perlu saat melakukan pemeriksaan. Selain itu, ruang radiologi juga perlu dirancang dengan melapisi dinding menggunakan bahan penyerap radiasi seperti timbal agar tidak terjadi kebocoran radiasi ke lingkungan. Dalam setiap fasilitas kesehatan, terutama tingkat dua dan tiga harus memiliki setidaknya satu petugas proteksi radiasi (PPR) yang bertugas memantau dan mengontrol kondisi alat radiologi, memastikan dosis yang diberikan sesuai standar, dan memantau secara berkala dosis yang diterima pekerja radiasi melalui alat ukur yang harus selalu dipasangkan selama bekerja di area radiasi, seperti TLD (Thermoluminesence dosimetry). Selain itu, radiografer sebagai tenaga kesehatan perlu diberikan edukasi dan pelatihan rutin agar mampu memahami dengan cermat terkait risiko paparan radiasi dan prosedur keselamatan yang harus diterapkan setiap saat. 

Penerapan prinsip proteksi radiasi dan keselamatan kerja di radiologi diagnostik bukan hanya penting untuk meminimalisir risiko efek samping paparan radiasi, tetapi juga membangun dan mewujudkan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi para tenaga medis. Kondisi ini akan meningkatkan kinerja mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik dan terpercaya. Selain itu, penerapan prinsip ini membantu fasilitas kesehatan dalam memenuhi standar pelayanan yang berkualitas dan terjamin keamanannya, sesuai dengan regulasi nasional maupun internasional. Di Indonesia, kebutuhan akan tenaga radiografer terus meningkat seiring berkembangnya teknologi, terutama dalam layanan kesehatan berbasis radiologi. Berdasarkan penelitian oleh (Zavihatika, S., et. al) menyebutkan dari hasil analisis datanya terhadap urgensi kebutuhan tenaga medis khususnya di unit radiologi dilihat dari aspek beban kerja, yang pada penelitiannya ini mengambil data dengan metode observasi di salah satu rumah sakit di Bogor, dinilai masih kekurangan tenaga radiografer profesional yang mampu memenuhi permintaan di berbagai fasilitas kesehatan yang berdampak pada waktu tunggu pasien. Karena kurangnya tenaga radiografer, mereka merangkap tugas-tugasnya mulai dari administrasi, Petugas Proteksi Radiasi, perawat, teknik elektromedis, dan juga fisikawan medik. Hal ini tentu memengaruhi kualitas kinerja dalam pelayanan medis di rumah sakit, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa diperlukannya tenaga radiografer tambahan dalam study case tersebut. Dengan meningkatnya jumlah pemeriksaan radiologi setiap tahunnya, peran radiografer yang memahami prinsip proteksi radiasi menjadi semakin krusial untuk memastikan keselamatan pasien dan tenaga medis. Oleh karena itu, investasi dalam pelatihan, edukasi, dan penerapan proteksi radiasi yang ketat sangat diperlukan untuk mendukung keberlanjutan pelayanan radiologi yang aman dan efektif di Indonesia.

 Penulis: Achmad Yuda Prayogi Mahasiswa D-IV Teknologi Radiologi Pencitraan, Universitas Airlangga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun