Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Naluri Rimbawan Jokowi

7 September 2015   11:03 Diperbarui: 7 September 2015   11:16 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto Jadul Jokowi saat masih menjadi mahasiswa fakultas kehutanan UGM (sumber : http://news.liputan6.com/read/735090/foto-jadul-ungkap-hobi-lama-jokowi-naik-gunung)"][/caption]

Kemarin, Minggu (6/9/2015) Presiden Joko Widodo meninjau langsung penanganan kebakaran hutan di Dusun Garonggang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Jokowi bahkan masuk sampai tengah hutan yang sudah hangus.

Jokowi bersama pejabat teras tingkat pusat dan daerah yang terdiri dari Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala KSP Teten Masduki, Menteri PUPR Basuki Hadimulyono, Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan Bupati Ogan Komering Ilir Iskandar menempuh jalur darat dari Kota Palembang. Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam dan tak ada sinyal seluler.

Kondisi tekstur jalan pun bergelombang sehingga sesekali iring-iringan mobil harus berjalan amat perlahan. Jalan yang belum diaspal atau pun dilapisi beton membuat pasir-pasir berterbangan. Sesampainya di posko penanggulangan kebakaran lahan hutan, Jokowi dan jajarannya langsung menuju tengah hutan. Mereka melihat-lihat dampak kebakaran sambil berkoordinasi. (Baca : Presiden Jokowi Tembus Hutan yang Hangus di Dusun Garonggang Sumsel)

 

Mengapa Jokowi Harus Masuk Hutan

Bila merujuk gambaran kegiatan Presiden Jokowi, kesan beliau sebagai orang “lapangan” begitu kuat melekat. Saking kuatnya banyak peryataan miring di kolom komentar berita detik.com ini. Sebagian besar komentar itu menganggap “blusukan” ke dalam hutan hangus hanya pencitraan. Blusukan dengan mengabaikan perlengkapan yang aman memasuki hutan gambut yang terbakar dan berasap dianggap pekerjaan membuang-buang waktu. Ada yang menganggap, apakah harus Presiden turun langsung? Kemana pemerintah daerah, bupati, gubernur?

Ini bukan pertama kalinya Jokowi hadir langsung terjun ke lapangan ikut merasakan menghirup kabut asap dan melihat luasnya hutan dan lahan yang terbakar. Pada 27 November 2014 lalu Jokowi juga turun langsung ke wilayah rawan kebakaran di Kabupaten Meranti Riau. Saat itu  Kunjungan Jokowi ke Desa Sungai Tohor setelah ada petisi Abdul Manan, warga Desa Sungai Tohor, dalam laman situs Change.org. Petisi itu ditandatangani oleh lebih dari 27 ribu orang. (Baca: Kembali Blusukan Jokowi Datangi Sumber Asap Riau http://nasional.tempo.co/read/news/2014/11/27/078624793/kembali-blusukan-jokowi-datangi-sumber-asap-riau)

Sebagaimana kita ketahui, Jokwi memiliki latar belakang pendidikan formal Sarjana Kehutanan dari Universitas Gajah Mada (UGM). Bagi lulusan sarjana kehutanan, selain gelar formal S.Hut (saat ini) atau Ir. (era awal 1990-an dan sebelumnya), beliau juga menyandang profesi abadi sebagai seorang Rimbawan. Rimbawan menurut pengertian yang saya telusuri adalah sekolompok orang yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap upaya melestarikan hutan dan lingkungan, yang diwujudkan dengan tindakan nyata. Jiwa korsa seharusnya tidak akan pernah luntur atau mati hanya karena sebuah kepentingan sebab rimbawan telah terikat oleh Kode Etik Rimbawan.  Tentang Kode Etik Rimbawan yang terdiri dari 10 poin bisa dibaca disini

Seorang Rimbawan selain dididik secara formal di bangku kuliah atau pengalaman lapangan, juga memiliki jam terbang tinggi menjelajahi hutan dan tempat-tempat yang menempa dirinya menjadi pribadi tangguh. Dalam kurikulum pendidikan kehutanan, sebagian besar mata kuliah mewajibkan mahasiswa jurusan/fakultas kehutanan masuk hutan dan bertahan hidup di dalamnya. Bahkan menjelang akhir studi mahasiwa kehutanan “dikirim” masuk hutan selama dua bulan untuk belajar dari “hutan” sehingga memiliki kearifan hidup dan kapasitas yang memadai dalam melestarikan hutan kelak. Seorang rimbawan umumnya memiliki naluri kuat dan kemampuan yang memadai untuk bisa bertahan hidup dan menikmati suasana berharga di dalam hutan. Kondisi hutan yang keras kemudian membentuk rimbawan menjadi sosok berkarakter kuat menghadapi tantangan yang dihadapinya.

Salah satu karakter positif yang ada dalam kode etik rimbawan adalah memiliki kepekaan, pro-aktif, tanggap dan adaptif dalam menghadapi perubahan lingkungan. Dalam menanggapi bencana kabut asap, yang terkait erat dengan bidang yang sudah sangat dikuasainya, Jokowi begitu “menikmati” kunjungannya langsung ke lokasi kebakaran. Bandingkan dengan staf lainnya yang masih terlihat gagap melintasi lahan gambut yang terbakar, Jokowi malah tidak merasa perlu memakai masker. Saya yakin Jokowi sudah mempertimbangkan dampak kesehatan dan keselamatannya memasuki wilayah yang secara awam cukup berbahaya ini. Selain kabut asap yang menyengat, hutan gambut yang terbakar menyimpan potensi bahaya lain yaitu api yang berada di bawah permukaan, lapisan tanah organik yang bisa amblas dengan bara api di dalamnya, serta ranting dan batang pohon yang tiba-tiba bisa menyala dan jatuh menimpa kepada atau badan orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun