Mohon tunggu...
Achmad Ridwan Sholeh
Achmad Ridwan Sholeh Mohon Tunggu... Akuntan - Pegawai

Ayah dari Achmad Ibrahim

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Krisis akibat Covid 19 Bisa Jauh Lebih Buruk dari Tahun 2008 dan 1998

3 April 2020   09:54 Diperbarui: 3 April 2020   10:50 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.insight.kontan.com (diolah)

""Mampus Kau Dikoyak-koyak Sepi" sebuah sajak dari Chairil Anwar menggambarkan keadaan warga miskin di tengah pandemi Covid 19

Rupiah mencetak rekor terburuk terhadap dollar Amerika Serikat sepanjang sejarah negara ini berdiri. Nilai tukar Rupiah mencapai Rp. 16.800/USD.  Kiamat kecil bagi perekonomian Indonesia dan warganya. Bahkan sekelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi ahli nujum dan meramalkan Rupiah akan terperosok hingga Rp. 20.000/USD

"Kemungkinan terburuknya, Rupiah bisa mencapai 20.000 per Dollar AS", ucap Menteri Sri Mulyani dalam video conference, Jakarta 01 April 2020.

Siapa yang terdampak pertama kali? Tentu saja devisa negara ini yang terkuras akibat hutang yang berlipat. Defisit APBN diperkirakan mencapai angka 3%. Setelahnya adalah perusahaan multinasional yang menggunakan dollar sebagai alat transaksi. Skenario paling buruk adalah si Miskin yang paling parah terkena imbas krisis.

Kilas balik krisis 2008, Indonesia hanya terkena anginnya saja, pusat gempa jauh berada di negeri Paman Sam. Penyebabnya pun berupa fraud (kecurangan) di bidang keuangan. Kebijakan perbankan yang hilang kontrol dalam pinjaman kredit perumahan (subprime mortgage). Hingga pada akhirnya terjadi kredit macet besar-besaran dan merobohkan sistem keuangan Amerika.

Sudah jadi rahasia umum, apabila Amerika batuk negara lain yang opname. Negara-negara maju di Eropa terseret arus Amerika, akibat likuiditas perbankan yang collapse. Pengangguran berserakan di benua biru mencapai 60% dari seluruh usia produktif. Cina, Rusia dan negara yang memiliki komoditas ekspor tinggi hanya ternganga melihat hilangnya permintaan.

Krisis ekonomi 2008 Indonesia masih mampu bertahan ditopang oleh banyaknya UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) sebagai penyangga perekonomian. Sebagaimana pula saat krisis 1998 UMKM menjadi pahlawan di tengah hancurnya rupiah. Hebatnya lagi, UMKM merupakan bukanlah kasta terbaik negeri ini, mereka di dominasi kelas bawah.

Alasan UMKM tidak terpengaruh pada krisis 2008 dikarenakan menyasar langsung kebutuhan dasar. UMKM juga kuat karena tidak bertransaksi dengan dollar dan minimnya pinjaman perbankan. Paska krisis 2008 baik Amerika maupun Eropa belajar dari pengalaman dan mulai memperbaiki sektor UMKM mereka. 

Krisis tahun 2020 sangat berbeda dari krisis sebelum-sebelumnya. Semua sektor di seluruh dunia terdampak krisis finansial, terlebih kali ini UMKM lah yang paling hancur. Pondasi paling bawah perekonomian dalam negeri ini bukannya sedang diuji tetapi sudah terperosok ke lembah hitam.

Mayoritas UMKM yang didominasi warga menengah bawah terkena dampak paling parah dari Pandemi Covid 19. Kebijakan WFH (Work From Home) dan slogan "Di rumah saja" membuat si miskin kehilangan pekerjaan dan pendapatan mereka. Kesulitan warga miskin terlihat nyata di kota-kota besar. Ketatnya kebijakan karantina diri di zona merah membuat perkotaan menjadi sepi. 

Contoh saja usaha mikro, pedagang kecil, kaki lima kehilangan pembeli di kota yang seperti terkena dampak Chernobyl. Ojek online kehilangan 70% penghasilannya dan supir taksi menangis di parkiran bandara disebabkan minimnya pengguna jasa mereka. Siapa yang mau naik pesawat atau berpergian dalam kondisi seperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun