Mohon tunggu...
Achmad Rafsanjani
Achmad Rafsanjani Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi People Development. Belajar Menulis, Psikologi Sosial Politik. Penikmat Buku, Film dan Sepakbola.

Consume Less. Share More. Live Simply. What we do in life. Echoes in eternity. #Seperti yang dikatakan oleh Peter Ustinov dalam Aftertaste (1958), sedikit orang berhenti menjadi manusia, dan mulai menjadi gagasan, kemudian menjadi monumen, sampai akhirnya menjadi aftertaste: bukti kejayaan masa lalu yang menyisakan rasa tertentu di kepala-kepala generasi saat ini#

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psikologi dan Kreativitas

29 Oktober 2019   16:51 Diperbarui: 29 Oktober 2019   18:59 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam suatu pertemuan rutin, Masyarakat Psikoanalisis di Vienna, pada suatu siang yang cerah di tahun 1911, Alfred Adler yang kala itu menjadi ketua Masyarakat Psikoanalisis Vienna, menyinggung suatu teori mengenai kreativitas kompensasi. Melalui teorinya, Adler menganggap bahwa manusia menghasilkan kesenian, ilmu pengetahuan, dan aspek-aspek lain dari kebudayaan adalah untuk mengimbangi kekurangan mereka sendiri.

Dengan sedikit mereduksi, Adler hendak memperlihatkan bahwa tindakan-tindakan kreatif adalah reaksi dari perasaan inferioritas kita. Hal ini kemudian menjadi bagian dari tradisi-tradisi psikologi awal, yang kerap mengaitkan hasrat untuk mencipta dan kreativitas dengan masalah-masalah psikologi serta kesehatan mental.

Pendekatan reduktif psikologi atas kreativitas terutama karena melihat pribadi-pribadi yang kreatif, sering kali seperti tidak cocok dengan kebudayaan normatif masyarakat mereka. Van Gogh mengalami psikotis, Gauguin menderita schizoid, Edgar Allan Poe kecanduan alkohol, dan Virginia Woolf benar-benar depresi. Mereka adalah sedikit contoh dari seniman yang eksentrik, hingga yang mengalami kegilaan klinis.

Dalam kajian psikologi modern sendiri, ada suatu survei kepribadian terhadap 291 tokoh terkemuka dunia dalam kurun waktu 150 tahun terakhir, yang mencoba memeriksa ada tidaknya hubungan antara keunggulan kreatif dan ketidakstabilan mental. Hasil survei tersebut, yang juga dimuat di The British Journal of Psychiatry (165:1994), sungguh mengejutkan.

Berdasarkan survei dengan catatan medis dan data-data sumber pertama yang dapat dipercaya itu, sekitar 75% seniman, dan bahkan 90% pengarang mengalami ketidakstabilan mental. Sebagian besar tokoh seni itu adalah figur terkenal: Wagner, Monet, Van Gogh, Hemingway, hingga Dostoyevsky.

**

Meski demikian, beberapa psikolog lainnya, seperti Rollo May, R.D. Laing, dan Danah Zohar, atau psikiater Kay Redfield Jameson, mengembangkan pendekatan psikologi akan kreativitas secara lebih positif. Temuan terpenting dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh pendekatan positif tersebut, adalah fakta bahwa sedikit sekali hubungan antara kreativitas dengan kegilaan jangka panjang. Justru, mereka yang berada di ambang gila, atau sekadar menderita skizotipy, yang cenderung mencapai karya-karya terbaik.

Orang yang menderita skizotipy memiliki gejala antara lain: pengalaman tidak wajar, distraksi ringan, sesat pikir, cenderung impulsif (bertindak atas dasar impuls, meracau, bertingkah laku aneh, berpenampilan ganjil), introvert (tertutup), dan menyendiri, mengalami ideasi magis (kecenderungan untuk berpikir bahwa pikirannya mempunyai kekuatan fisik, dapat menjadi kenyataan, atau menghubungkan kejadian-kejadian yang sebetulnya tidak berhubungan), kerap berfantasi dan tidak dapat membedakannya dengan kenyataan, serta mengalami ambivalensi (ketidakmampuan menata pikiran karena melihat beragam nilai, kemungkinan, atau pilihan).

Menurut Prof. Sutardjo A. Wiramihardja, guru besar Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, riset skizotipy menunjukkan bahwa derajat kesehatan mental bersifat continuum, dari yang normal, menunjukkan penyimpangan ringan, hingga kegilaan klinis yang berat.

Dan dalam continuum itulah, seperti yang diyakini psikolog William James, seniman kerap memiliki suatu "pintu", suatu ambang bergerak (mobile treshold) yang memungkinkan munculnya kekuatan subliminal yang menguasai keadaan mental mereka.

Salah satu gejala skizotipy, yakni ideasi magis dan fantasi, akan memaksa seniman untuk mengimajinasikan hal-hal yang tidak ada, menciptakan tokoh yang tak pernah ada, membawa mereka pada citra visual yang mengarah pada konsep baru, hingga melihat hal-hal dari sudut yang tidak konvensional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun