Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Pak Guru Danang dan Keseimbangan Motivasi yang Rumit

28 Juni 2017   12:04 Diperbarui: 28 Juni 2017   15:50 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://irnamsdlf.blogspot.co.id/

Pak Guru Danang merasa tidak krasan di sekolah sejak tiga tahun lalu. Ia bertahan semampunya setelah terjadi suksesi kepala sekolah. Iklim bekerja di sekolah semakin tidak kondusif. Kepala sekolah terpilih terlalu menyadari posisinya sebagai kepala sekolah. Ia berperilaku layaknya kepala sekolah—tapi, sayang, mengabaikan harmoni kepemimpinan.

Di tengah situasi setiap orang “cari selamat” Pak Guru Danang mengambil posisi di tengah—tidak untuk menggeser posisi kepala sekolah—melainkan untuk merajut kembali harmoni kerukunan, keguyuban, kerja sama yang selama ini pelan namun pasti mulai pudar. Di hadapan Kepala Sekolah dan beberapa guru, Pak Guru Danang berkata: “Sejak dilantik sebagai Kepala Sekolah, Anda adalah pimpinan kami. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang sanggup melejitkan potensi anak buahnya.”

Kepiawaian Pak Guru Danang mengharmoni setiap unsur yang berpotensi konflik dianggap sebagai ancaman. Kepala sekolah merasa ditelanjangi kekurangannya. Pak Guru Danang pelan-pelan menarik diri dari kecamuk konflik. Pemilik lembaga mulai menggunakan hak veto kekuasaan. Tidak salah, walaupun tidak sepenuhnya benar: aturan hukum formal menjadi palu untuk mengembalikan motivasi para guru yang sebagian besar telah dijangkiti sikap apatis.

Pak Guru Danang semakin tidak krasan. Kebijakan dan regulasi tidak menggunakan common sense dan rasa kemanusiaan. Pada dasarnya manusia itu tidak bisa dipercaya, demikian kira-kira asumsi pemilik lembaga. Memotivasi guru atau karyawan adalah memberi mereka iming-iming uang atau sejumlah fee atas setiap tugas dan pekerjaan. Namun, jangan pernah sekali saja melawan aturan lembaga—dipecat adalah mimpi buruk setiap guru dan karyawan.

Asumsi berikutnya adalah setiap manusia akan sangat mudah ditaklukkan oleh uang. Siapa bilang! Pak Guru Danang melawan asumsi itu. Menjadi guru bukan semata-mata profesi untuk mengundang uang. Pak Guru Danang menegakkan martabat dan harga dirinya, walaupun menurut mereka itu tindakan konyol dan bodoh. Pak Guru Danang dipecat. Ia melangkah keluar dengan kepala tegak. “Tidak setiap manusia mau dijadikan buruh perasan untuk menambah pundi-pundi kekayaan dengan berlindung di balik topeng pendidikan. Akal sehat dan hati nurani bagi seorang guru adalah nomor satu,” gumam Pak Guru Danang.

Motivasi: Keseimbangan yang Rumit

Kisah Pak Guru Danang adalah secuil ilustrasi: menjaga motivasi kerja sebuah team bukan perkara mudah. "Hanya karena Anda bisa menciptakan sebuah gagasan yang bernilai satu miliar dolar tidak berarti Anda akan menjadi manajer yang baik," kata Deborah Searcy dari fakultas manajemen di Universitas Florida Atlantic dan spesialis perilaku organisasi. Menjadi pemimpin atau manajer atau apapun istilahnya kerap menjebak seseorang dalam kurungan superioritas. Padahal yang dia butuhkan adalah menemukan taktik motivasi yang tepat.

Pemimpin yang dijebak oleh superioritas akan mudah menyalahkan anak buah. Apabila masih ndableg, motivasi kerja tidak kunjung meningkat, pemimpin tak segan mengeluarkan kebijakan, seperti rank and yank (peringkat atau pencopotan). Sistem ini pernah diterapkan General Electric dan segera memperoleh kritikan. Gagasan itu dikritik karena terlalu mengandalkan penilaian kinerja, yang bisa menjadi barometer yang cacat dan sangat tidak disukai oleh karyawan muda. General Electric akhirnya membatalkan skema tersebut.

Sayangnya, skema yang disinyalir akan meningkatkan kinerja karyawan justru berbuah pencopotan atau pengunduran diri karyawan terbaik. Penilaian kinerja menjadi bumerang yang menghantam perusahaan atau lembaga. Biasanya kesalahan memang terletak pada mekanisme dan barometer penilaian kerja yang cacat lalu dijadikan pijakan untuk mengambil tindakan selanjutnya.

Pada dunia pendidikan penilaian kinerja biasanya dilangsungkan melalu Uji Kompetensi Guru (UKG). Secara berkala pengawas sekolah akan mendatangi tingkat satuan pendidikan untuk menilai kinerja guru. Berkas administratif atau dikenal dengan “bukti fisik”, lalu pengawas sekolah menilai guru mengajar di kelas, dan biasanya diakhiri dengan tanya jawab seputar bukti fisik dan evaluasi proses belajar di kelas.

Lembaga atau sekolah juga menyelenggarakan penilaian kerja secara internal. Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah yang ditunjuk akan menilai kinerja para guru. Standar penilaian kinerja tak jauh berbeda dengan pengawas sekolah. Sekolah hanya menambahkan beberapa poin yang dipastikan akan menyelamatkan misi sekolah, seperti penilaian kehadiran, komitmen guru, aktif mengikuti kegiatan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun