Oleh Dyah Wijaya yang kembali ke Singhasari dan mendapat ampunan Jayakatwang, pasukan Mongolia itu dimanfaatkan untuk berbalas dendam. Melalui pasukan Tartar, Dyah Wijaya berhasil menggulingkan kekuasaan Jayakatwang. Sejak Dhaha mengalami keruntuhan, Dyah Wijaya yang berhasil mengusir pasukan Tartar dari tanah Jawa itu mendirikan kerajaan Majapahit di wilayah Tarik. Suatu wilayah yang dihadiahkan oleh Jayakatwang.
Pendapat yang Kontra
Sebagian pengamat sejarah dan sejarawan berpendapat bahwa Perang Besan antara Kertanagara dan Jayakatwang karena hasutan Aria Wiraraja tidak pernah terjadi. Pendapat itu berdasarkan analisa, sebagai berkut:
Sewaktu Kertanagara menjadi raja, Turukbali yang merupakan adik Kertanagara menjadi raja bawahan di Gelanggelang. Dengan demikian, Jayakatwang hanya menjadi pendamping kekuasaan Turuk Bali istrinya. Sebab itu, Jayakatwang tidak memilik hak untuk menentukan kebijakan melakukan pemberontakan terhadap Kertanaga yang merupakan saudara sepupu, saudara sipar, atau sekaligus besannya. Dan Turuk Bali sendiri tidak akan mungkin melakukan pemberontakan terhadap Kertanagara kakaknya.
Bila analisa di muka benar, keruntuhan Singhasari bukan karena pemberontakan Jayakatwang. Lantas apa yang menyebabkan Singhasari mengalami keruntuhan?
Muncul analisa baru yang berdasarkan pemahaman sejarah sarat dengan kepentingan politis menyebutkan bahwa runtuhnya Singhasari karena serangan pasukan Tartar (Mongolia) yang mendapat dukungan Aria Wiraraja. Bupati Sumenep yang ingin berbalas dendam pada Kertanagara. Raja Singhasari yang pernah melukai Meng Chi.
Sesudah Kertanagara terbunuh, pasukan Tartar diperalat oleh Dyah Wijaya (menantu Kertanagara) dengan dukungan penuh dari Aria Wiraraja untuk menyerang Jayakatwang. Suami Turukbali yang kemudian menobatkan diri sebagai raja Kadiri paska runtuhnya Singhasari.
Motivasi Dyah Wijaya untuk menggulingkan kekuasaan Jayakatwang menjadi masuk akal, karena ia sendiri ingin menjadi raja. Selain itu, Dyah Wijaya berharap tidak muncul matahari kembar (dua raja besar) di tanah Jawa paska runtuhnya Singhasari. Pendapat ini sekiranya menjadi logis sesudah Dyah Wijaya menobatkan diri sebagai raja Majapahit paska terbunuhnya Jayakatwang di tangan pasukan Tartar.
Untuk menghilangkan jejak politis Aria Wiraraja dan Dyah Wijaya, pasukan Tartar yang berhasil membumihanguskan Singhasari dan Kadiri diserang oleh pasukan Majapahit. Sehigga pasukan Tartar yang meninggalkan Jawa karena kalah perang melawan pasukan Majapahit tidak menjadi saksi sejarah atas jejak politik Aria Wiraraja dan Dyah Wijaya.
Sunggupun demikian, analisa di muka perlu dikaji kembali dengan cermat. Mengingat tidak ada prasasti dan literarur yang memerkuat analisa tersebut. Sementara prasasti dan literatur semisal Kakawin Nagarakretagama waktu itu dimungkinkan menjadi alat politik penguasa Majapahit untuk melukiskan kebesaran dan kebajikannya. Bukan kebusukan praktik politisnya. [Sri Wintala Achmad]