LAKON Begawan Ciptaning mengisahkan tentang Raden Arjuna yang tengah melakukan tapa-brata di dalam Gua Mintaraga di tlatah Gunung Indrakila itu mendapatkan cobaan berat yang tidak sekadar berwujud makhluk biasa, namun juga para dewa dan bidadari dari Kahyangan Jong Giri Saloka.
Cobaan pertama berupa bidadari berjumlah tujuh yang diutus oleh Sang Hyang Bathara Indra. Namun karena keteguhan jiwa sang Arjuna, godaan dari para bidadari yang dilambangkan tujuh warna pelangi di dunia itu tidak membawa hasil. Mereka pulang ke kahyangan dengan membawa rasa malu yang teramat dalam.
Godaan kedua adalah Sang Hyang Bathara Indra yang menyamar sebagai resi tua bertubuh renta. Di depan Begawan Ciptaning, resi itu bicara, "Apa artinya tapa-brata, jika hanya untuk memburu keindahan dunia? Sekadar untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga!"
"Jangan asal bicara, sang resi! Tapa-brataku tidak untuk memburu keindahan dunia, namun hanya untuk mengkukuhkan darmaku sebagai seorang ksatria. Bukan pribadi dan keluarga yang aku utamakan dalam tapa-brataku, namun jalan kebenaran di tengah kehidupan bersama."
Selepas resi tua-renta yang telah berubah menjadi Sang Hyang Bathara Indra itu, Begawan Ciptaning mendapatkan godaan yang ketiga. Godaan itu berwujud celeng yang merupakan jelmaan Dibya Mamang Murka utusannya Prabu Niwata Kawaca (raja Manimantaka). Namun karena kesaktian batinnya, Begawan Ciptaning mampu mengatasi godaan itu.
Godaan terakhir bagi Begawan Ciptaning berupa dua ksatria yang merupakan jelmaan Sang Hyang Manikmaya (Bathara Guru) dan Sang Hyang Kanekaputra (Bathara Narada). Namun kedua ksatria yang turut membinaskan Dibya Mamang Murka dengan panahnya itu dapat ditakhlukkan oleh Begawan Ciptaning.Â
Selepas kedua ksatria yang telah berubah menjadi Sang Hyang Manikmaya dan Sang Hyang Kanekaputra itu, Begawan Ciptaning mendapatkan anugerah yang berupa panah Pasopati. Panah yang bisa membinaskan keangkara-murkakan Prabu Niwata Kawaca. Raja raksasa yang berhasrat menyunting Bathari Supraba. Bunga tercantik dari Kahyangan Jong Giri Saloka.
Makna Pasopati
PASOPATI berasal dari kata paso dan pati. Paso atau phasu memiliki makna (hewan). Selanjutnya pati memiliki makna mati. Dengan demikian, Pasopati bermakna nafsu hewani yang telah binasa di dalam jiwa manusia. Sebab itu, Begawan Ciptaning yang telah mendapatkan anugerah panah Pasopati bisa menaklukkan lima sifat hewani yang berada di dalam jiwannya.
Kelima sifat hewani yang berada di dalam jiwanya itu, antara lain: pertama, memiliki sifat rendah seperti anjing yang berjalan dengan kepala menunduk dan selalu menciumi mangsanya sebelum dimangsanya. Kedua, memiliki sifat ragu-ragu.Â
Ketiga, memiliki sifat takut pada segala sesuatu yang baru. Keempat, memiliki sifat yang selalu mengutamakan kebutuhan pribadi dan keluarga ketimbang darma ksatrianya yang harus berbakti pada kebenaran. Kelima, memiliki sifat kaku (tidak mudah menerima) atas perubahan zaman.