SEBAGIAN orang baru memiliki kesadaran tentang pilihan hidupnya ketika  berusia remaja. Tidak jarang pula, kesadaran tersebut baru dimiliki sesudah mereka dewasa. Namun lain mereka, lain pula Wara Anindyah. Seorang pelukis wanita Yogyakarta yang memiliki kesadaran akan pilihan hidupnya sejak masih kecil. Pilihan hidup untuk menjadi seorang pelukis. Kenapa? Karena seni lukis dapat dijadikan media ekspresinya. Seni lukis dapat menyalurkan bakat dan sesuatu yang menggelisahkan di dalam dirinya. Karenanya, seni lukis menjadi bahasa Wara yang tidak terucapkan lewat kata-kata.
Sesudah menikah dengan Sri Harjanto Sahid (sastrawan, dramawan, dan pelukis); eksistensi Wara sebagai pelukis kian berkibar. Karena suaminya itu memberi dukungan penuh dan fasilitas terhadap proses kreatifnya. Sebagai contoh, ketika Wara sedang melukis di ruang studionya, Sri Harjanto yang berbelanja dan mengasuh anak-anaknya.
Hantu yang Keluar dan Kembali ke Lukisan
Karena seni lukis merupakan sesuatu yang menarik dalam hidupnya, Wara sangat setia menggeluti proses kreatifnya. Selain sebagai pelukis, Wara juga membuat film-film berdurasi pendek bersama putrinya yakni Seruni Bodjawati. Film-film yang berdasarkan lukisan karya Wara dan Seruni itu sering dilibatkan dalam screening di berbagai event, pusat budaya dan universitas di luar negeri seperti di Affordable Art Fair Milan Italy, Hong Kong Contemporary Art Fair, Plateau Gallery Berlin, Le Petit Versailles New York, Art Point Gallery Prievidza Slovakia, dan masih banyak lagi. Film terakhir karya Wara dan Seruni yang berkolaborasi dengan Dr. Felicia Hughes-Freeland dilibatkan dalam EASA Biennial Conference 2016 di University of Milano-Bicocca Italy..
Dalam hal proses kreatif, Wara menuturkan bahwa ide karya-karya lukisnya diperoleh dari berbagai sumber, semisal: buku-buku, film-film, atau berita-berita di surat kabar yang menimbulkan kegelisahan. Ide yang terpicu isu dari luar dan berkembang tersebut direnungkan, diolah, disketsa, dan dituangkan ke dalam karya.
Selama berproses kreatif, Wara selalu melakukan riset. Dengan riset, kedalaman dan keutuhan karyanya dapat dipertanggungjawabkan, selain memiliki jiwa. Riset pula dapat memerkaya batin dan referensi lukisannya. Karenanya, setiap karya yang dilahirkannya membutuhkan riset yang berbeda.Â
Salah satu karyanya yang memvisualkan wanita gemuk yakni My Name isRatu Kidul. Dalam karya tersebut, Ratu Kidul tidak divisualkan dalam bentuk klasik sebagaimana lukisan Basuki Abdullah, melainkan wanita gemuk yang sedang berbelanja. Namun pemvisualan itu tidak dimaksudkan Wara untuk melecehkan Sang Ratu Laut Selatan, melainkan untuk menghormatinya.
Sungguhpun Ratu Kidul merupakan makhluk gaib, namun tidak ada pengalaman magis yang diperoleh Wara sesudah menyelesaikan karyanya. Justru pengalaman magis ia peroleh sesudah menggarap karya yang memvisualkan sosok-sosok korban kebakaran bioskop Empire Theatre di Jalan Solo, Yogyakarta. Pada suatu malam, terlihat sesosok hantu yang keluar dan kembali ke lukisan, hingga membuat Wara ketakutan. Sosok-sosok berwajah putih dan berdiri berderet itu tampak sangat mengerikan. Â