Di satu sisi, sastra merupakan media manusia untuk mengekspresikan pengalaman empirik, gagasan, atau perasaannya secara kreatif. Di sisi lain, sastra merupakan produk budaya atau sebagai potret peradaban manusia. Dengan demikian, seorang kreator sastra di dalam menciptakan karya-karyanya harus memahami perihal simbol, majas, metafor, serta kaidah-kaidah lain yang merupakan unsur-unsur di dalam membangun nuansa estetik.
Di kala peradaban ditumbalkan guna memenuhi gaya hidup modern, sastra justru berperan di dalam kehidupan manusia baik sebagai pembaca (apresian) maupun kreator. Bagi pembaca (apresian), sastra mampu memberikan kontribusi apresiatif terhadap kandungan nilai-nilai serta suasana rekreatifnya. Suasana yang sangat kontekstual dengan zaman, manakala kebutuhan hidup kian menekan. Hingga manusia terkadang dibuat gila atau bahkan tergoda untuk melakukan bunuh diri.
Bagi kreator, sastra yang berperan sebagai media pendewasaan intelektual dan emosional manusia dapat memberikan kontribusi di dalam menegakkan bangunan kearifan. Suatu bangunan sikap yang tidak berpatron pada dimensi subyektif melainkan obyektif dan universal. Sikap tersebut berpotensi di dalam membangun fondamen peradaban manusia.
Mengenalkan Karya Sastra
Melalui persepsi ini, maka berbagai genre produk sastra, semisal: puisi atau cerpen layak dikenalkan nilai-nilainya baik oleh orang tua maupun pendidik kepada anak-anak. Tentu saja di dalam pengenalan ini tidak bertujuan mutlak untuk menjadikan anak-anak sebagai sastrawan (penyair/cerpenis), melainkan manusia berkepribadian atau berperadaban tinggi.
Di samping pengenalan nilai-nilai di dalam karya sastra, orang tua atau pendidik perlu memerkenalkan proses kreatif literer kepada anak-anak. Andaikata mereka tidak sanggup, para kreator sastra yang seyogianya memiliki kepedulian di dalam menyelamatkan generasi masa depan sangat diharapkan.
Berkat dukungan media massa atau lembaga budaya milik pemerintah dan swasta, para kreator dapat memberikan pelatihan penciptaan karya sastra kepada anak-anak. Kerja pelatihan yang sangat membutuhkan metode khusus. Di mana para kreator tidak memosisikan sebagai guru berjiwa otoriter, melainkan pengasuh bijak yang memberikan pengarahan alternatif kepada anak-anak dengan berbasis pada hasil kreativitas.
Dalam hal ini peran media massa adalah membuka rubrik sastra untuk anak-anak. Suatu rubrik yang diharapkan memuat karya-karya hasil kerja pelatihan sastra. Tetapi redaksi hendaklah melakukan seleksi serta memberikan catatan apresiasi terhadap karya-karya yang dikirimkan. Ini akan bermanfaat bagi anak-anak di dalam meningkatkan kualitas kreatif literernya.
Sementara lembaga-lembaga budaya di dalam menopang program pelatihan penciptaan karya sastra adalah memberikan fasilitas ruang pelatihan, pengadaan tenaga pelatih dan dana penunjang. Terkait dengan hal tersebut, lembaga-lembaga budaya yang dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan hendaklah memikirkan terhadap pentingnya perealisasian program pelatihan penciptaan sastra bagi anak-anak.
Metode Pelatihan Karya Sastra
Agar anak-anak gemar mencipta karya sastra, pelatih harus merumuskan metode pelatihan yang tepat, efektif, dan mendapatkan hasil optimal. Metode yang dimaksud berbeda dengan metode pembelajaran sastra di lingkup akademis. Di mana pelatih tidak perlu menekankan teknis-teknis baku di dalam penciptaan karya sastra di dalam ruang kelas bersuasana penjara. Pelatih hendaklah membiarkan anak-anak menjalani proses kreatifya di alam terbuka, seperti: taman, kaki pegunungan, sawah, pantai, tepi sungai, atau ruang terbuka lainnya.