Mohon tunggu...
Achmad Fajar Rizki Ramadhan
Achmad Fajar Rizki Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Isu atau Kasus Jurnalisme

21 Juni 2021   23:46 Diperbarui: 21 Juni 2021   23:55 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai seorang wartawan yang bekerja di media, terdapat Kode Etik Jurnalistik yang mempunyai isi untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar. Wartawan perlu memiliki landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itulah, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Namun, kenyataannya, persaingan media yang makin ketat membuat tidak sedikit portal berita online lebih mengutamakan jumlah share dan rating dan mengesampingkan kualitas berita maupun Kode Etik Jurnalistik yang seharusnya diterapkan.

"Media massa memiliki fungsi sebagai penyampai informasi, pendidikan, dan sosial control, " Kata Ketua Pers Muhammad Nuh melalui rilis pers. Oleh karena itu, dalam pemberitaan mengenai kasus virus corona di Indonesia media masa, baik cetak maupu elektronik , perlu memperhatikan sejumlah ketentuan. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain bahwa media massa perlu memegang teguh prinsip-prinsip kode etik jurnalistik seperti memberitakan secara akurat, berimbang, selalu menguji informasi, tidak beriktikad buruk serta dilakukan secara proporsional. Lebih lanjut, media massa juga diimbau untuk tidak memberitakan kasus virus COVID-19 secara berlebihan sehingga melupakan prinsip-prinsip dasar dalam kode etik jurnalistik.

Media massa merupakan salah satu media yang sangat mudah dijangkau oleh masyarakat. Hampir semua masyarakat bisa mendapatkan informasi, melaporkan informasi, dan menyebarkan informasi. Banyak media-media cetak yang juga mempunyai platfrom dimedia online. Hal ini dilakukan untuk mempercepat penyebaran informasi, sehingga masyarakat bisa lebih cepat mendapatkan berita terkini. Suatu media online memiliki gatekeeping yang bertugas untuk menentukan kelayakan berita untuk diterbitkan ke media online miliknya. 

Semua informasi itu dituliskan dan dibagikan dihalaman website yang dikelola oleh perusahaan pers. Keadaan saat ini mempermudah perusahaan untuk menyebarkan berita tersebut. Bahkan karena sangat mudahnya saat ini setiap harinya bisa lebih dari satu berita yang dibagikan kepada publik melalui media online. Namun sangat disayangkan dengan kemudahan itu semakin banyak pula pemberitaan yang tidak benar, berita hoax semakin marak ditemui. Bahkan dalam kasus penyebaran covid-19 ini sudah ada beberapa kasus mengenai berita dan infomarsi yang tidak benar atau yang menyalahi etika jurnalistik. Diketahui juga bahwa berita yang tidak benar itu berasal dari media-media besar yang mungkin selama ini sudah di percayai oleh para masyarakat. Tidak ada yang mengetahui apakah tujuan dari penulisan berita hoax tersebut. Tidak diketahui juga hal apa yang menyebabkan terbitnya berita tersebut. Selain berita hoax yang tersebar masih ada kasus lainnya, seperti adanya berita yang memberitahukan identitas pasien positif covid-19 yang sudah termasuk dalam pelanggaran etika jurnalistik.

Kode etik jurnalistik menurut UU No. 40/1999 adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Dalam penjelasan lebih lanjut, kode etik yang dimaksud adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers (Fadjarini Sulistyowati,2004). Etika jurnalistik ini juga dapat dikatakan menjadi sebuah pedoman dalam pelaksanakan tugasnya para pekerja jurnalisme. Semenjak diumumkannya pada Senin (2/3/2020) oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara positif virus corona (COVID-19), media-media berbondong-bondong memberikan berita dan informasi ter-update mengenai virus corona (COVID-19). 

Berita yang diberikan untuk masyarakat mengenai COVID-19 sangat beragam, mulai dari gaya hidup sehat dan bersih, informasi mengenai jumlah kasus dan informasi anjuran memakai masker dan handsanitizer untuk menghindari virus COVID-19. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan terhadap jurnalis untuk terus memperbaharui beritanya setiap saat, namun ini berakibat pada hilangnya etika jurnalis yang harusnya dijunjung tinggi oleh setiap jurnalis yang akan membuat berita, baik itu berita online maupun cetak. Disaat seperti ini sebenarnya peran kode etik jurnalistik bekerja, agar membantu para jurnalis untuk menentukan apa yang benar dan yang salah, baik dan buruk, serta bertanggung jawab atau tidak dalam proses kerja kewartawanan (Siredar dalam Fadjarini Sulistyowati,2004). Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak berurusan langsung dengan hukum namun hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi wartawan, perusahaan pers, dan bahkan seorang korban.

Salah satu kerugian yang ditimbulkan oleh adanya berita online adalah dari laman CNN Indonesia dengan headline "Pasien Positif Corona di Indonesia Bertambah Jadi 19 Orang". Salah satu bentuk kerugian ini berdampak pada korban atau pasien yang terjangkit virus corona. Dalam berita ini tertulis jelas data diri pasien, dan kondisi pasien seperti apa. Hal ini sudah sangat jelas merupakan pelanggaran kode etik jurnalistik Pasal 5 yang mengatur tentang dilarangnya seorang jurnalis memberitahukan data diri dan kondisi korban. Berakibat dengan adanya perasaan "diteror" nya korban karena merasa privasinya telah tersebar luas dan dibaca oleh khalayak ramai.

Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 pasal 7 menyebutkan bahwa hak tolak adalah salah satu hak yan dimiliki oleh wartawan untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Memiliki hak tolak bukan berarti membuat wartawan dapat dengan mudah menggunakannya. Hak tolak ini memiliki beberapa ketentuan yang harus ditaati oleh wartawan, seperti narasumber yang layak dilindungi identitasnya melalui hak tolak adalah mereka yang memang memiliki kredibilitas, beritikad baik, berkompeten, dan informasi yang disampaikan terkait dengan kepentingan publik, hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan terpisah yang khusus memeriksa soal itu, hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.

Tidak hanya satu atau dua berita yang telah tersebar tanpa memperhatikan etika jurnalistik yang berlaku. Dapat dikatakan bahwa perusahaan Pers hanya memperhatikan keuntungan bagi mereka dan tidak melihat dampak buruk atau kerugian yang dirasakan oleh narasumber yang menjadi korban. Padahal peraturan dan ketentuan sudah ditetapkan, tetapi para aparatur media tidak semuanya mengikuti aturan tersebut, akibatnya ketika banyak media melakukan pelanggaran secara terang-terangan maka media lainnya pun latah untuk menirunya dan seolah tak peduli adanya aturan yang berlaku dan tetap melakukan hal yang seharusnya tidak boleh ditayangkan di media (Indrianti, 2016: 345)

Di dalam kode etik jurnalis seorang harus benar-benar mengambil keputusan yang benar untuk membuat sebuah berita yang terdapat di dalamnya suatu kebenaran berita, entah memperlihatkan data yang sudah valid atau gambar yang jelas tentang berita tersebut. Seperti dalam buku k yang dibahas Kode etik jurnalistik adalah hal yang harus diperhatikan dan ditaati oleh wartawan dalam penulisan berita yang mereka lakukan. Etika jurnalistik adalah aturan yang dibuat oleh wartawan dan yang menjadi obyek di dalamnya adalah para pekerja atau professional yang melukan aktivitas kerja jurnalisme (Fajar Junaedi,2019:58).

Pada dasarnya setiap pribadi memiliki tanggungjawab terhadap informasi yang mereka terima. Perilaku pengguna sosial media memiliki perasaaan emosional ketika memperoleh kabar buruk atau kabar tragedi seseorang dan merasa punya tanggung jawab moral untuk berbagi. Saat itu tidak lagi mempedulikan apakah itu hoax atau tidak ?. Di media sosial, orang merasa punya beban untuk berbagi penderitaan agar bisa menjadi pelajaran bagi pengguna lain ataupun ingin melepaskan beban agar merasa lebih baik. Pengguna menginginkan komentar ataupun like dan seringkali dibagikan tanpa ada verifikasi terlebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun